Senin, 31 Januari 2011

Satu Puisi

Dulu kukira akan banyak lelaki yang menulis puisi untuk aku. Ternyata sampai aku berusia 50 tahun, hanya kamu yang pernah melakukannya. Aku masih menyimpannya sampai sekarang…
Kalau saja email bisa bersuara, Tio, pasti terbuai oleh merdu kata-kata yang dirangkai dalam kalimat itu. Apalagi bila di benaknya terrekam suasana kampus Rawamangun tahun 1980-an, ketika mereka berdua masih berkuliah di sana. Masa-masa indah yang seperti baru terjadi kemarin. Suara-suara yang seperti tak mau hilang, terus bergema lagi. Penuh tawa di sela-sela derap langkah dan ketuk sepatu hak tinggi. Penuh canda di sela mengerjakan majalah kampus. Penuh ceria di sela-sela fotokopi bahan kuliah yang bertebaran di meja.
Saat kepala dibuat pening bahan kuliah, hutang paper yang harus dibuat, tapi juga sore yang santai dengan nongkrong di kantin, bercengkerama di taman yang asri atau perpustakaan yang senyap. Buku, pesta, dan cinta menjadi warna tersendiri  saat idealisme sedang membakar jiwa muda melalui demo anti Orde Baru yang dilakukan setiap saat. Saat the yellow jackets menjadi lambang perlawanan atas kediktatoran dengan gerakan mahasiswa yang membuncah juga di berbagai pelosok tanah air. Apa kabar, Rin?
Hanya kata itu yang dapat dia ketikkan dan tampak di layar kaca, ketika pintu komunikasi kembali terbuka berkat kemurahan hati teknologi modern setelah lebih dari sekitar 20 tahun tidak bertemu, apalagi berbicara. Sayup-sayup dia kembali mendengar ucapan rekannya, Adek, ya, mungkin 20 tahun lalu, tentang kabar gadis yang pernah ditaksirnya itu.
“Kamu sudah dengar belum. Rini katanya bercerai. Mungkin kamu perlu telpon untuk sekadar memberi dukungan moral,” kata Adek saat mereka bertemu secara tak sengaja. “Busyet. Apa urusannya.  Jadi pacar saja nggak pernah,” kata Tio. “Ya, namanya juga teman kena musibah. Kan nggak apa-apa.” “Aku ini lelaki beristri.”
Tio sempat menduga-duga apa yang terjadi dengan Rini. Tetapi pada beberapa kasus yang menimpa rekan-rekannya di kampus dan sempat jadi pembicaraan, penyebab utama perceraian adalah salah satu pasangan kuliah kembali di luar negeri. Berpisah dua-tiga tahun, di perkawinan yang masih relatif dini,  baru 2-3 tahun, mahligai belum lagi kokoh. Kedua pihak bisa tergoda untuk tidak setia. Ada yang rujuk lagi begitu pulang ke tanah air. Ada yang memilih berpisah karena perbedaan yang sudah begitu lebar.
“Buat apa aku pikirin. Setiap orang punya jalan hidup. Dan aku tidak berpretensi jadi penasehat perkawinan. Aku juga belum tentu mampu menghadapi godaan seperti itu,” katanya dalam hati, ketika ada dorongan di dalam untuk menghubungi Rini.
Alhasil memang tidak pernah terjadi komunikasi. Tio tidak berusaha mencari tahu keberadaan Rini sehingga keduanya tidak bertemu. Tuhan juga tidak menghendaki, rupanya. Belakangan Tio mendengar Rini tinggal di luar negeri, sudah menikah lagi dengan lelaki pujaan hatinya, yang konon lebih ganteng dari yang pertama. Dan yang penting mungkin, lebih bertanggungjawab.
Melihat gambarmu, aku masih merasakan ceria yang selalu kamu bawa. Cerdas dan penuh percaya diri. Juga cerewet. Tapi aku suka itu.
Muncul lagi kilas balik kuliah Pengantar Antropologi di lantai dua di benak Tio. Baru masuk dan meletakkan buku di meja, sang guru besar sudah mengeluarkan perintah. “Kita ujian. Ambil kertas,” katanya dengan suara kencang. Kita semua kaget—atau kamu tidak?—karena tidak menduganya.
“Pertanyaan nomor satu,” lanjutnya padahal ada yang masih bengong. Satu menit kemudian,” Pertanyaan nomor dua..” sampai kira-kira empat-lima pertanyaan. Lalu selang satu menit, ”Kumpulkan..” Kemudian gurubesar yang dijuluki killer karena banyak mahasiswa gagal lulus di mata kuliahnya memberikan pekerjaan rumah, membuat paper tentang topik atau istilah tertentu dari buku referensi yang hanya ada di perpustakaan.
Waktu memutuskan mengambil mata kuliah itu sebagai pilihan, Tio hanya sekadar ingin menambah wawasan selain angka SKSnya yang tinggi. Diajar seorang professor kenamaan juga membanggakan. Tapi belakangan yang membuatnya betah meski harus kerja ekstra keras adalah kehadiran Rini. Si anak professor yang pernah sekolah di luar negeri, pintar, menjadi daya tarik khusus. Dia kerap mengamati mahasiswa berambut sebahu itu dari bangkunya sambil mencatat ocehan dosen. Begitu pula bila tengah  beramai-ramai  mencatat terjemahan buku referensi sebesar bantal di perpustakaan, dia suka mencuri pandang Rini yang menjadi komandan rekan-rekan jurusannya. Belum ada cinta, sekadar suka, dan itu pun belum diucapkan. Karena terus terang, di fakultas sastra ada begitu banyak mahasiswi menarik, dengan berbagai pesonanya. Jadi bisa tiap hari jatuh cinta.
Maka suatu hari Tio yang mengasuh majalah kampus menuliskan perasaannya di salah satu halaman. Apalagi kalau tidak dalam bentuk puisi. Hanya saja agar tidak ketahuan, dia tambahi kalimat “kertas ini ditemukan redaksi terjatuh di sela-sela bangku sehabis kuliah professor…”.  Tapi belakangan Rini tampaknya tahu. Apalagi Tio sudah mulai cari gara-gara untuk ngobrol.  Bahkan untuk unjuk gigi, Tio, meminta agar Rini mengklipping sajaknya yang dimuat di Sinar Harapan dengan alasan,”Aku nggak punya duit buat beli korannya. Kalau kamu kan langganan,” katanya. Padahal maksudnya, supaya Rini terkesan bahwa dia benar-benar penyair muda yang punya reputasi.
Rio sendiri tidak pernah tahu apakah PDKT yang dilakukannya berhasil. Kalau diajak bicara, Rini ramah dan menyahut. Tapi kalau untuk jalan berdua, sulit sekali, karena dia selalu berjalan bergerombol bersama rekan angkatannya. Sulit ditembus. Dia juga pernah datang ke rumah, ngobrol sebentar sambil minum sirup sirsak, tapi bicaranya ya yang umum-umum saja. Mereka juga pernah bertemu dalam kemah bersama di Pantai Anyer, tetapi tidak ada terobosan dalam hubungan keduanya. Dalam arti, Tio kebingungan mencari cara yang tepat untuk “nembak”, tapi terhalang terus. Paling larinya, ya membuat puisi, atau cerpen. Aku jadi ingat bunga edelweiss itu.
Satu peristiwa yang selalu diingat Tio sampai sekarang apalagi kalau bukan cerita bunga edelweiss, berbulan-bulan setelah status hubungan yang tidak jelas itu.  Ceritanya Tio diajak Adek naik Gunung Gede agar tidak kalah jantan dibandingkan rekan mahasiswa dari jurusan yang banyak lelakinya seperti Arkeologi dan Antropologi. Maklumlah dia dan Adek dari jurusan bahasa. Maka berdua mereka jalan, dengan modal pengetahuan seadanya.
Dimulai dari naik bis  ke Cisarua, jalan kaki ke pintu kebun raya dan istirahat di Mandala Kitri sebelum memulai pendakian sehabis Isya. Karena malam itu banyak yang naik, tidak persoalan benar keawaman Tio. Mereka ramai-ramai melalui “jalur bypass”, meskipun harus terengah-engah karena tidak pernah melakukannya. Yang penting pada pagi hari, saat matahari baru saja terbit, mereka tiba di puncak gunung dan istirahat sebentar. Setelah itu turun ke hamparan bunga edelweiss yang menjadi tempat beristirahat banyak pendaki sambil menyedu kopi atau merebus supermie. Ito lalu memetik bunga-bunga putih yang indah karena keabadiannya itu, membungkusnya dalam kertas koran, memasukkan ke dalam plastic, lalu disusupkan di ransel.
Tak lama di sana, keduanya lalu turun, mendarat di dekat Pasar Cipanas. Seperti tidak ada rasa lelah, cari bus ke Jakarta untuk turun di Cililitan. Lalu melanjutkan dengan bis jurusan Tanjung Priok, berhenti di perempatan Utan Kayu. Jalan kaki ke asrama.
Sore itu, menjelang magrib, sehabis mandi, berpakaian rapi (rapinya ya berarti pakai T shit yang baru disetrika), Tio memberanikan diri datang ke rumah Rini, tidak jauh dari asrama. Satu paket bunga yang dia bungkus rapi dengan koran, hanya edelweiss saja yang menyembul, dia bawa dengan gagah berani.  Masuk pagar, Tio mengetuk pintu. Ternyata yang membuka, ayah sang gadis.
“Rini ada, Oom,” tanya Tio dengan suara tercekat. Tenggorokannya kering. “Dia sedang keluar. Ada apa?,” ujar tuan rumah. Kalimatnya ramah. Matanya memandang genggaman bunga yang ada di tangan Tio seperti menerka-nerka. Tio yang semula membayangkan diri sebagai Clark Gable yang gagah menyodorkan bungan ke gadis pujaannya, terpaku beku. “Ah nggak. Nggak apa-apa. Saya hanya mau menyampaikan bunga ini,” kata Tio kemudian. Lalu seperti masih dalam suasana tersihir dia menyorongkan bunga itu. “Oh iya. Terima kasih. Nanti Oom sampaikan,” ujar pria berkacamata itu. “Terima kasih,” balas Tio, lalu berbalik badan. Pulang. Lesu, harapannya untuk memberikan bunga sambil mengatakan sesuatu yang berarti, sirna. Dan momen itu seperti hilang selamanya. Lucu, kayaknya nggak pernah mulai tapi langsung terputus…
Sehari setelah adegan itu, Tio dan Rini bertemu, tetapi tampaknya tidak ada sesuatu yang istimewa. Cewek itu hanya menyampaikan terima kasih atas pemberian bunga. Dia berjanji akan mencarikan vas yang bagus, ditaruh di buffet di ruang tamu, agar setiap hari bisa dipandang. Itu saja. Kamu tidak tahu ya aku suka sama kamu? ingin Tio menyatakan. Tapi lagi-lagi tenggorokannya seperti tersekat. Sampai suatu hari, cinta yang tak pernah tersambung akhirnya putus. Rini tersinggung karena Adek yang merasa berkepentingan akan penderitaan Tio, ikut campur dalam urusan mereka. Adek meminta agar Rini serius membuka hati, menerima Tio sebagai kekasih.
“Ada urusan apa Adek bicara tentang hubungan kita,” kata Rini setengah marah, setelah mengajak bicara Tio di sebuah ruangan, sehabis kuliah. “Kalau kita pacaran, ya urusan kita sendiri. Bukan hak dia untuk ngomong harus begini harus begitu.” “Nggak tahu. Aku hanya cerita soal kamu. Mungkin dia insiatif sendiri,” kata Tio terbata-bata, karena sungguh-sungguh tidak tahu aksi rekan baiknya itu.
Hening. Ruang besar yang kerap dijadikan arena pertunjukan itu seperti beku. Satu dua mahasiswa yang melintas, pura-pura tidak melihat. Keduanya lama terdiam, seperti kehabisan kata.
“Mungkin hubungan kita hanya sampai di sini,” kata Tio akhirnya, lalu pergi melangkah keluar. Rini pun pergi dengan terdiam. Mungkin bingung, hubungan tidak pernah ada, tapi dikatakan diakhiri. Mereka masih berteman, masing-masing kemudian pacar. Tio berpacaran dengan teman sekampus, Rini dipacari anak Salemba, istilah untuk mahasiswa FK, FKG, FE, FT, dan FMIPA yang sering cari “mangsa” di Rawamangun yang dihuni mahasiswa FS, FH, FISIP, dan Fakultas Psikologi. Baru-baru ini, tepatnya tahun lalu, aku juga menulis puisi tentang kamu. Mudah-mudahan kamu suka. Kalau mau, akan aku kirim via email.
Dia lalu mengingat puisi-puisi yang dulu dibuatnya untuk, entah sekadar luapan perasaan, atau sebagai jerat cinta bagi orang yang disukainya—tidak peduli itu diterima atau bertepuk sebelah tangan. Luar biasa. Satu puisi kini mengayun-ayunkannya dalam kenyamanan yang sulit digambarkan. Tio masih mendengarkan lagu seraya memandang layar komputer yang seperti terowongan waktu ke masa mahasiswanya.
Bergetar hatiku saat kuberkenalan dengannya. Kudengar dia menyebutkan nama dirinya. Sejak kubertemu kutelah jatuh hati padanya. Di dalam hati telah menjelma cinta dan bawalah daku selalu dalam mimpimu , di langkahmu serta hidupmu...” begitu alunan suara Vina Panduwinata. Ah..
Jakarta, Februari 2010

Perjalanan Sebuah hati

Aku berjalan perlahan mendaki puncak bukit yang di atasnya terdapat bangunan megah serupa istana. Dari kejauhan warnanya nampak kemilau indah memancarkan cahaya, seperti layaknya tatahan intan permata berkilauan, setiap mata pasti kan terpukau bila melihatnya. Di sekililingnya terdapat empat menara tinggi berkubah emas. Bangunan itu seolah magnet yang mempesona sehingga menarik kumparan-kumparan jiwaku untuk bergerak menapak ke sana.
Jalanannya semula landai, namun setelah sekitar seribu langkah kuayun, jalanan tersebut berubah sedikit terjal dan mulai berkelok. Pohon-pohon berdaun rimbun dan berbuah lebat disekeliling jalan, sesekali kunampak tanaman-tanaman bunga tumbuh liar tak beraturan berbaur dengan rerumputan dan rumpun ilalang.
Langit berwarna cerah, meski ada beberapa awan putih bergelayutan serupa sekumpulan domba-domba bebulu putih yang bencengkerama di padang biru. Matahari mulai condong ke barat tetapi sinarnya masih belum menguning. Angin segar dari atas bukit meniupkan aroma wewangian kembang setaman. Sepasang burung Jalak putih hinggap di pucuk pinus, bersiul menyenandungkan kicauan asmara. Aku terus saja berjalan sembari menikmati indahnya alam disekitarku.
Di sebuah tikungan jalan kudapati seorang lelaki kurus kering berbalut baju lusuh dan compang-camping, duduk bersandar dibawah rindangnya pohon Asem, kulit mukanya terlihat pucat dan keriput, bibirnya kering dan pecah-pecah seperti seorang yang telah lama dilanda kelaparan hebat. Kedua kakinya terlihat lemah sepertinya lumpuh. Kuberanikan diriku untuk menyapanya mencoba mencari tahu siapa dirinya.
“Wahai pak tua, siapakah engkau berada sendirian di sebuah perbukitan yang asing ini ?”
Dia tak menjawab, justeru sebaliknya dia bertanya kepadaku:
“Dan kau anak muda siapakah dirimu dan apa sesungguhnya yang sedang kau cari hingga kau mendaki di sini?”
“Ah kau pak tua, kau belum jawab pertanyaanku dan kau justeru bertanya balik kepadaku !” sanggahku sedikit jengkel.
“Aku tak akan menjawab pertanyaanmu sebelum kau jawab pertanyaanku !”, dia balik menyanggah.
“Baiklah-baiklah, akan kujawab dulu pertanyaanmu!” aku akhirnya mengalah.
“Namaku adalah Niat, aku mendaki bukit ini karena hendak menuju istana megah diatas bukit sana “, terangku kepadanya.
“He, he , he!” dia tertawa terkekeh.
“Kau tak akan mampu mendaki kesana, kecuali jika kau mau menggendongku bersamamu pergi kesana!” dia meneruskan katanya sambil terus terkekeh.
“Hah apa?”
“Aku harus menggendongmu pula, sedang untuk berjalan sendiripun kakiku mulai berat sedang didepan sana jalan semakin terjal!” aku menolak keinginannya
“Ketahuilah wahai Niat namaku adalah Ikhlas, aku akan memudahkan dan meringankan jalannmu dalam mendaki bukit ini," dia menerangkan namanya padaku.
“Tidak-tidak, aku tidak akan mau menggendongmu, aku tidak akan melakukannya, aku tak sanggup membawamu," jawabku sambil terus berlalu darinya.
"He, he , he, kau tidak akan mampu Niat, tak akan pernah mampu tanpa bantuanku!” teriaknya sambil terus terkekeh.
Tak kuperdulikan teriakannya, aku terus berjalan menjauhinya menuju puncak bukit yang hendak kutuju.
********
Jalanan benar-benar mulai terjal dan menyempit, sesekali kakiku terpeleset dan terjatuh oleh tanah yang licin, mencoba untuk tegar aku lalu bangkit dan meneruskan perjalanan. Seribu langkah kira-kira telah kuayun hingga aku sampai di tikungan kedua.
Di atas sebuah batu besar berwarna kehitaman, berbaring lemah seekor anjing bermata buta yang bulunya hampir gundul karena borok-borok bernanah diseluruh tubuhnya. Bau busuk menyengat tercium dari boroknya. Aku bergegas menjauh sambil kututup hidungku sebab bau busuk tubuhnya menusuk hidungku.
Diluar dugaan tiba-tiba di berbicara kepadaku,
“Wahai Niat, kenapa kau begitu tergesa-gesa berhentilah sejenak disini, dengarkanlah ceritaku barangkali kau membutuhkanku!”
“Hey bisa bicara rupanya kau, wahai anjing buta berbau busuk!” kataku setengah terperanjat, terheran-heran mendengar anjing yang bisa berbicara.
“Dari mana kau tahu namaku wahai anjing?” tanyaku sambil bergidik karena jijik.
“Tak perlu kau tahu darimana aku tahu namamu, bahkan kemana tujuan perjalananmupun aku telah mengetahuinya," jawabnya datar.
“Jadi kalau kau tahu kemana tujuan perjalananku memangnya apa yang kau inginkan?” tanyakau lagi.
“Dengarlah wahai Niat, namaku adalah Hidayah, aku bisa menuntunmu serta menunjukkan jalan pintas yang terbaik bagimu agar bisa sampai ketujuanmu dengan selamat," dia mencoba menjelaskan.
“Hah bagaimana mungkin kau akan menuntunku sedang matamu sendiripun buta!” sergahku.
“Percayalah aku bisa dan pasti bisa karena ini adalah tugasku," terangnya lagi.
“Aku tidak perlu bantuanmu, mataku awas sedang kau buta, dan lagian aku tak sanggup mencium bau busuk tubuhmu!” dengan tegas aku menolaknya.
Lalu aku ngeloyor pergi sembari terus menutup lubang hidungku, kuabaikan dia memanggil-manggil namaku, aku terus saja berjalan tanpa menoleh lagi.
********
Pendakianku semakin tinggi keatas, angin dari atas bukit mulai keras menerpaku, bersama kabut senja yang gemulai turun merambah lereng-lereng perbukitan. Angin dan kabut berpadu mengirimkan hawa dingin menusuk kulitku. Matahari mulai kemuning pertanda senja sebentar lagi akan beringsut pulang berganti malam datang menjelang.
Aku terus saja berjalan, dingin di kulitku tak kurisaukan, yang ada hanya keinginan kuat agar segera sampai di puncak bukit dan beristirahat di istana megah yang kutuju. Warna kubah menara semakin terlihat kuning keemasan ditimpa oleh sinar matahari yang kemuning, aku benar-benar terpesona kusegerakan langkah mengayun kesana.
Aku terperanjat kaget mendengar sebuah teriakan dari seekor bekicot yang sedang berada di tengah jalan dan hampir-hampir saja tanpa sengaja terinjak oleh kakiku.
“Hei Niat, pelan-pelankanlah jalanmu jangan kau tergesa-gesa!” begitu dia berteriak menegurku.
Lalu aku duduk membungkuk, dengan penuh ketakjuban kuperhatikan tubuh kecil bekicot itu, dan keajaiban apa yang membuatnya bias berbicara layaknya manusia.
“Kau sedang berbicara padaku wahai bekicot kecil?” tanyaku kepadanya.
“Iya aku berbicara padamu karena aku ingin memberikan sebuah nasehat kepadamu!” katanya
“Apa yang hendak kau nasehatkan padaku wahai kawan kecil?” tanyaku lagi.
“Pelan-pelankanlah langkahmu, jangan kau tergesa-gesa, agar kau bisa sepenuhnya menikmati perjalananmu hingga sampai di tujuanmu nanti," begitu nasehatnya padaku.
“Kenapa aku mesti memelankan jalanku, sedang hasratku ingin segera sampai dipuncak bukit ini dan tinggal di istana yang megah menawan itu," bantahku.
“Tenanglah tak perlu tergesa-gesa, kuperkenalkan padamu aku adalah Sabar, berjalanlah bersamaku di sampingku, mari kita nikmati perjalanan ini bersama-sama, lihatlah dan perhatikanlah betapa indah alam disekeliling lereng bukit ini," si bekicot kecil bernama Sabar itu melanjutkan nasihatnya.
“Mana mungkin aku berjalan berdampingan denganmu, kau berjalan begitu lambat, sedang aku ingin segera sampai di istana itu!” aku terus menolaknya.
“Dengarkanlah nasehatku sobat, jikalau kau selalu terburu-buru kau justeru tak akan sampai ke istana itu," dia terus berupaya menasehatiku.
“Tidak, pokoknya aku ingin segera sampai di puncak bukit dan menikmati indahnya istana yang megah itu," sambil berkata demikian lalu aku bergegas pergi, meninggalkan si bekicot kecil itu tertatih-tatih berjalan merambat ditengah jalan.
********
Bangunan serupa istana megah dan indah diatas bukit itu perlahan-lahan mulai terlihat jelas menggoda hatiku, langkahku semakin kupacu tak sabar untuk segera sampai di sana. Kabut tipis putih yang menyelimuti puncak bukit itu tiba-tiba menggumpal-gumpal kehitaman. Semakin lama semakin menebal sehingga jarak pandangku menjadi terhalang. Matahari telah menyusup jatuh ke pembaringannya, langit kemuning berubah menjadi gelap dan hitam. Pandangan mataku semakin kabur dibekap gelap yang pekat.
Aku tetap nekat terus berjalan, hasratku tetap memburu agar segera sampai di istana puncak bukit itu. Dengan bekal naluri yang kupunya kupastikan melangkah ke suatu arah yang kuyakini menuju ke puncak bukit itu. Langkahku kupercepat, tak kuperdulikan segala gelap yang menggelayut didepan mataku. Aku terus berjalan hingga sampai di suatu tempat lamat-lamat kulihat bayangan istana megah itu muncul dibalik awan gelap. Lalu aku berlari dengan kencang menuju bayangan itu. Aku akan sampai, aku akan sampai, aku akan sampai teriakku dalam hati.
Pintu besar istana megah itu samar-samar terlihat dalam temaram, aku terus berlari menuju kearahnya, semakin dekat, semakin dekat, semakin mendekat. Hingga pada akhirnya setiba di depan pintu yang kukira pintu istana itu, akupun meloncat masuk.
Dan……..
Tubuhku seperti terdorong dengan keras, terperosok masuk kedalam lubang besar yang gelap dan pekat. Melayang kencang tersedot dalam pusaran gelap berlapis-lapis. Terus melayang hingga akhirnya terjatuh menghujam dengan deras kedasar jurang. Tubuhku terasa remuk redam, lemah lunglai tak berdaya. Lamat-lamat kudengar suara-suara berbisik ditelingaku, suara-suara yang pernah kudengar sebelumnya, suara-suara itu terus menerus bertalu-talu ditelingaku.
Suara-suara si Ikhlas, suara-suara si Hidayah dan suara-suara si Sabar, silih berganti terngiang-ngiang ditelingaku:
“Bukankah telah kuperingatkan engkau?”
“Bukankah telah kunasehati engkau?”
“Bukankah telah kuberitahu engkau?”
“Mengapa engkau tak mau mendengar?”
Doha, 10 Desember 2010

DUA SISI KEHIDUPAN

“Bu, lapar, Nisa pengen makan nasi,” rintih bocah perempuan enam tahun yang duduk berselonjor kaki sambil kedua tangannya menggelayuti lengan ibunya.
Perempuan yang terlihat lebih tua dari usia sebenarnya itu hanya menatap perih anak perempuannya yang semenjak Magrib hingga malam itu hanya sarapan roti seribuan dua bungkus dan terpaksa minum air mentah tak begitu bening yang diciduknya dari kulah sebuah masjid yang terhampar di ujung kota. Padahal, semalam ibu dan anak itu terpaksa tak makan sahur. Bukannya telat bangun, tapi, tak ada makanan apapun yang bisa buat mengganjal perutnya. Hanyalah sisa air mineral saja di botol plastik yang bisa ia teguk sekadar mengusir dahaga.
Tak ada kalimat yang terucap dari bibir perempuan yang pucat, kering dan sedikit pecah-pecah tersebab seringnya dipanggang terik sang mentari. Rasanya ia telah membosan berulangkali mengucap menjanji akan membelikan anaknya sebungkus nasi. Dan janji-janji itu hanyalah tinggal janji belaka tanpa berbuah bukti, persis janji manis para pejabat kelas tinggi yang hobi ingkar janji itu. Nyaris seharian perempuan itu mengemis di ujung stasiun, namun penghasilan hari itu hanya cukup untuk membeli roti murahan saja.
Garis hidup yang mesti dijalani perempuan usia dua puluh delapan tahun bersama anak perempuan semata wayangnya itu memanglah sangat keras dan berliku. Suaminya, yang kerja sebagai buruh bangunan, tewas mengenaskan tertimpa reruntuhan tembok yang baru dibangunnya, lima bulan lalu.
Beberapa bulan kemudian, perempuan malang itu terpaksa pergi meninggalkan rumah kontrakannya yang sempit dan pengap. Bukan hendak menghuni rumah baru yang lebih layak huni. Namun ia diusir sang pemilik kontrakan tersebab tiga bulan sudah tak sanggup membayar biaya kontrakannya. Mau pulang ke kampung halaman di Kebumen, tak ada ongkos jalan. Seandainya pulang kampung pun toh perempuan itu sudah tak ada kerabat dekat. Kedua orangtuanya telah lama meninggal dan tak pernah mewariskan apa-apa, kecuali gubuk reyotnya yang telah ambruk tergerus masa. Ikut numpang tingal di rumah mertuanya, jelas itu tak mungkin. Karena ia adalah menantu yang tak pernah diinginkan kehadirannya sedari dulu.
Semenjak itulah, ia hidup terlunta-lunta di pinggir jalan. Mengais rejeki dengan berbagai cara. Memulung botol dan gelas plastik bekas yang tercecer di pinggir jalan dan tong sampah untuk ditukar rupiah, hingga mengemis di terminal, stasiun dan perempatan lampu merah sambil kedua tangannya menadah pada para pengendara mobil-mobil mewah. Walau aksinya mengais rupiah dilakukannya secara sembuyi-sembunyi tersebab belum lama ini telah terhunus sebuah peraturan baru yang telah sah tertandatangani oleh para pejabat di kitab-kitab negara; di larang mengemis di jalanan dan bagi sesiapa yang nekat mengemis atau memberi uang pada pengemis, maka tindak pidana akan menjemputnya.
Lalu, jika senja mulai beringsut dan menjelma kegelapan, ia dan anak perempuannya tersaruk-saruk mencari tempat berteduh sekadar buat merebahkan tubuh yang terasa loyo dan payah setelah seharian bergulat mencari nafkah. Di emper toko, bawah jembatan, pinggiran terminal atau stasiun dan di mana saja asalkan ada sedikit tempat untuk istirahat barang beberapa jenak, tak jadi soal. Tak jarang tengah malam mereka terjaga dadakan dengan teriakan kawan-kawan senasib sepenanggungan. Dengan nyawa yang masih belum mengutuh sempurna di badan, ibu dan anak itu pun tergopoh menyelamatkan diri dari kejaran para petugas keamanan bertampang garang.
(21.15 WIB) di sebuah rumah mewah, kawasan perumahan elite di Jakarta
“Sayaaang! Buruaan..! Papa udah nunggu di mobil, tuh!” seru perempuan paruh baya yang masih terlihat muda dengan gaya dandanan tak mau kalah dengan anak remaja. Gurat-gurat kecantikan masih jelas tergores halus di raut wajahnya yang terpoles kosmetik berkelas. Sementara bibirnya yang masih kelihatan seksi pun nampak makin ranum dengan polesan listick warna pink.
“Iya, Ma, sebentar, lima menit lagi!” balas si anak yang masih sibuk merapikan rambut lurusnya di balik kamarnya dengan teriakan pula.
Lima menit berlalu, pintu kamar pun terkuak. Sesosok gadis belia usia enam belasan, berkaos ketat warna putih dipadu jaket hitam dengan resleting sengaja dibiarkan terbuka, celana penlis hitam, sepatu high heels hitam mengkilat, berjalan pelan sambil menuruni anak tangga. Tangan kirinya menenteng tas kulit minimalis warna hitam harga jutaan yang dibelinya saat shooping bareng Mamanya di sebuah mall terbesar di Jakarta. Sementara tangan kanannya mencengkeram Blackberry hitam, hadiah dari papanya beberapa waktu lalu saat baru diangkat menjadi pejabat tinggi sekelas menteri.
Sementara di sebuah garasi, tampak papanya sedang asyik menikmati empuknya jok mobil dinas terbaru Toyota Crown Royal Saloon yang baru dikirim pemerintah beberapa bulan yang lalu. Katanya sih sebagai bentuk penghargaan dari negara kepada para pejabat, agar bisa melaksanakan tugasnya dengan lebih baik dan bersemangat. Walau tetap saja, seminggu setelah acara pelantikan itu, semuanya berjalan kembali seperti semula. Lelaki paruh baya itu kembali pada kebiasaan lamanya; suka membolos kerja dan baru hadir jika ada sidang paripurna saja. Sesekali lelaki paruh baya itu memencet-mencet tombol AC, lalu mengelus-elus setir mobil dan kaca jendela yang halus nan mengkilat sambil mendengarkan musik favorite-nya; Kenny G. Di sebelahnya, istri pejabat penting sekelas menteri yang doyan berdandan itu nampak sibuk sendiri memencet-mencet tombol-tombol mulus Blackberry-nya.
Sekian detik kemudian, gadis belia dengan kostum anak muda gaul pun muncul, lalu membuka pintu mobil belakang dengan mengembangkan senyum termanisnya. “Oke, Pa, Ma. Kita berangkat sekarang yuk, Aurel udah lapar nih,” katanya sambil menutup pelan pintu mobil. “Pak Darmin, tolong jagain rumah, ya. Jangan lupa, kunci semua pintu,” pesan  perempuan paruh baya, istri pejabat sekelas menteri itu pada Darmin, tukang kebunnya. Tak berapa lama setelahnya, mobil mewah itu pun melaju pelan, nyaris tanpa suara. Hmmm, maklum lah kalau suara mesinnya begitu halus dan mulus semulus body-nya, namanya juga mobil mewah yang harganya saja – katanya – mencapai Rp 1,3 miliar.
(22.45 WIB) di sebuah emper ruko di Jakarta
“Tramtib! Tramtiiib!” teriak seorang anak perempuan usia belasan tahun yang sedang berlari bergandengan tangan dengan bapaknya. “Mbak, Mbak! Bangun, ada tramtib tuh!” bapak itu sempat berhenti sebentar, sambil mengguncang-guncang pundak seorang perempuan yang tengah pulas mengeloni anak perempuannya di sebuah emperan ruko.
Begitu terjaga, perempuan itu langsung memaksa bangun anaknya yang sedang lelap bersama mimpi-mimpi indahnya. Lantas gegas berlari sambil menyeret tangan anaknya yang telah terlatih berlari cepat layaknya peserta lari maraton yang telah berkali-kali menjuarai lomba lari. Untung saja, bapak-bapak tadi membangunkannya. Kalau tidak, tentu perempuan yang terlihat lebih tua dari usianya itu akan tertangkap basah bersama anak perempuan semata wayangnya.
(23.15 WIB) di sebuah restoran mewah di Jakarta
“Dihabiskan jusnya dong, sayang,” kata perempuan paruh baya pada anak gadisnya. “Aurel udah kenyang, Ma,” sahut si gadis tanpa sedikit pun menoleh ke mamanya, rupanya ia tengah konsentrasi membuka-buka Facebook melalui Blackberry-nya. “Papa juga, tuh habiskan gurameh-nya, sayang kan kalau disisain, mubazir, Pa,” “Papa juga udah kenyang, nih,” sahut Papa sambil menyulut rokok kreteknya. “Pa, kata teman-teman arisan Mama, katanya gaji para pejabat mau naik lagi. Bener, Pa?” tanya Perempuan paruh baya itu sambil meletakkan handphone-nya di meja. “Iya, Ma. Mungkin seminggu lagi.” “Besok kalau gajinya turun, Mama beliin perhiasan ya, Pa,” “Loh, minggu lalu kan Mama baru beli,” “Ya, kan Mama kepingin nyari model terbaru, Pa. Malu kan sama teman-teman arisan kalau perhiasan yang Mama pakai itu-itu terus,” “Pa, Aurel juga ntar beliin baju, ya. Baju-baju Aurel udah pada nggak muat soalnya,” sahut anak gadisnya yang masih asyik mencet-mencet Blackberry-nya. “Iya, iya, Papa pasti beliin besok, jangan kuatir,” balas Papa sambil mengembuskan rokok kreteknya pelan. “Pa, udah malam, nih. Kita pulang sekarang, Pa. Ntar kemaleman,” ujar perempuan istri pejabat itu sambil menyedot es jus alpukatnya.
Beberapa tempo kemudian, setelah mengangsurkan beberapa lembar kertas ratusan ribu rupiah demi sebuah makan malam di restoran berkelas yang biasa disambanginya itu, keluarga pejabat setingkat menteri itu pun gegas menuju mobil mewahnya dan meluncur pelan menuju rumah megahnya di salah satu kawasan perumahan elite yang cukup terkenal di Jakarta.
(23.55 WIB) di samping restoran mewah di Jakarta
“Alhamdulillah!” pekik perempuan yang raut wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. Kedua matanya mendadak membinar penuh suka cita saat menemukan sisa-sisa nasi dan separoh badan ikan gurameh di tong sampah, di samping sebuah restoran mewah yang sudah tutup. Dengan sigap, ia mencomoti sisa-sisa nasi yang sepertinya belum basi itu. Lalu dimasukkannya ke dalam kantong kresek kecil yang tercecer di dekat tong sampah tersebut.
“Nisa, ibu bawa nasi nih,” perempuan yang wajahnya mengguratkan kelelahan itu membangunkan anak perempuannya yang tengah duduk menekuk lutut terkantuk-kantuk bersandar tembok sebuah bangunan pertokoan, tak begitu jauh dari restoran mewah itu. Begitu mendengar kata ‘nasi’ Nisa langsung tergeragap, lantas reflek mengucek-ucek kedua kelopak matanya yang kusam. “Ibu beli nasi?” Nisa menatap ibunya setengah tak percaya.
Perempuan itu menjawabnya dengan anggukan. Senyum terkembang pun langsung tergores dari bibirnya yang pucat. Lalu, dibukanya bungkusan kresek kecil yang disodorkan ibunya. Ia pun kembali menggoreskan senyuman. “Alhamdulillah, Bu. Akhirnya Nisa bisa makan nasi juga,” ucap gadis kecil yang lugu itu sambil menyuapkan nasi ke mulutnya dengan begitu lahapnya. “Kok ibu nggak ikut Nisa makan,” gadis itu menatap polos ibunya yang tengah begitu lekat memandanginya. “Ibu sudah makan, kok. Ayo, buruan dihabiskan, setelah ini kita cari tempat yang aman buat istirahat,” ujar ibunya sembari mengembangkan senyum yang sebenarnya terasa pahit karena menahan perut yang terus melilit. Tak apa aku menahan lapar, asalkan perut anakku bisa kenyang, batin perempuan itu menahan kepedihan. ****Sam Edy Yuswant

DIMENSI TANPA WAKTU

 Hari terakhir. Saya berharap ini benar-benar hari terakhir. Tiada lagi esok. Tiada lagi terbitnya mentari di pagi hari. Tiada lagi asa yang akan dinanti. Hari terakhir. Sayang, hari terakhir ini bukanlah benar-benar hari terakhir. Hanya tertanggal 31 Desember 2010. Nanti malam pergantian tahun. Dan, ya, sekarang hari terakhir. Terakhir di tahun ini.  Detik bergulir, dari menit ke menit, tinggal beberapa jam lagi, hari terakhir ini kian berakhir. Bisakah berhenti sebentar? Sebentar saja saya memohon. Ada yang tertinggal di belakang. Bisakah saya menjemputnya lalu saya bawa berlari ke hari ini, hari terakhir? Bukan! Bukan menjemputnya! Saya tak akan membawanya sampai ke sini. Saya hanya perlu kembali ke belakang. Ada yang tertinggal, memang, tapi untuk memperbaikinya. Biar tak ada penyesalan menggunung yang saya rasa ketika hari terakhir ini berakhir. Bisakah? Bisakah, Tuhan?
Ah, ini masalah saya dan waktu. Bukan masalah saya dengan Tuhan. Tapi, bukankah Tuhan pemberi waktu? Lupakan! Saya hanya ketakutan. Pantas saja saya memohon pada-Nya. Ketakutan bahwa saya manusia berlumpur salah. Hari terakhir ini, kesalahan itu kian menghantui, di saat hari terakhir semakin berakhir. Beberapa jam lagi. Tak ada yang berubah. Kesalahan itu kian menyesak dada saya. Tak ingin begini. Jadi, bolehkah saya berharap ini benar-benar hari terakhir? Musnahkan segalanya. Waktu terpakai percuma. Tak ada yang akan berubah lagi. Hanya kesalahan yang mengubah saya, menjadi saya tanpa asa. Hari ini hari terakhir. Jika saya tak bisa kembali ke waktu itu, jika waktu tak bisa berhenti sebentar, jika sesuatu yang di belakang itu kian membenamkan saya ke dalam penyesalan, maka biarkanlah saya jadikan hari ini benar-benar hari terakhir. Bukan bagi siapa-siapa, cuma bagi saya.
Hari ini hari terakhir, di tahun ini. Esok tiada yang tahu. Mungkin hari ini benar-benar hari terakhir. Tiada esok. Harapan-harapan sirna. Esok memang tiada yang tahu. Percuma saja segala asa. Saya tak akan berubah. Tak ada yang akan berubah. Sesuatu yang di belakang telah mengubah segalanya menjadi tak berubah. Hari ini hari terakhir. Benar-benar terakhir bagi saya. Selamat tinggal. *** Saya terbangun. Di suatu tempat penuh cahaya. Menerangi, pun menyilaukan. Tercium wangi semerbak. Alunan kepak sayap kupu-kupu. Mengitari bunga yang terkembang. Kabut-kabut di sekitar saya, tak ada penampakan apa-apa, selain cahaya yang benderang dan seekor kupu-kupu bertengger di kelopak bunga yang entah apa namanya. Di mana saya? Kupu-kupu berwarna putih, pernahkah kau lihat? Ia terbang mengelilingi kepala saya. Saya menolehkan kepala ke mana pun ia terbang. Memperhatikan kupu-kupu berwarna putih. Ingin saya bertanya, di mana saya? "Kau tak di mana-mana," suara lembut entah dari mana. Suara yang tak asing. Siapa yang bicara. Kupu-kupu itu masih terbang ke sana ke mari mengitari kepala saya. Suara iakah? Kupu-kupu bicara bersuara?  Suara hati saya terdengarkah olehnya, siapa pun yang menjawab itu? "Siapa kau?" tanya saya penasaran.  "Kenapa kau datang ke sini, anak muda?"
Benar kupu-kupu itukah yang bicara? Bodoh sekali pertanyaannya. Saya bahkan tak tahu tempat macam apa ini. Tanah yang saya pijak terasa dingin. Kabut-kabut putih menyelimuti. Hanya saya, sekuntum bunga berwarna putih yang menjulur dari dalam tanah merah, seekor kupu-kupu yang juga berwarna putih yang terus mengepakkan sayapnya.
"Kau kebingungan? Tidak usah bingung, anak muda. Kau sedang berada di satu dimensi yang tak akan dikunjungi siapa pun. Hanya kau. Dalam mimpimu, dalam dimensi tanpa waktu." "Oh, saya hanya sampai ke dunia mimpi? Dimensi tanpa waktu? Hahaha... Saya gila. Kau juga sudah gila, kau siapa pun yang berbicara." Saya memendarkan tatapan ke mana-mana. Berharap sosok yang berbicara itu muncul, bukan kupu-kupu itu. "Aku sudah dari tadi di sini, di dekatmu. Kau tak perlu mencari-cari lagi siapa yang bicara padamu. Perhatikan kepala mungilku, anak muda! Tak bisakah kau lihat ada yang bergerak-gerak di bawah mataku?" "Suaramu seperti suara ibu saya! Tak mungkin seekor kupu-kupu menyamai suara ibu." "Suaraku memang begini,” dalih si kupu-kupu. “Anak muda, kau sudah sampai di sini. Kau tak akan ke mana-mana lagi. Di sinilah akhirmu, bersamaku, di sini, tempat yang dingin ini. Tak ada kehangatan. Kecuali..." Memang ia, kupu-kupu yang berbicara. Ia bertengger di mahkota bunga. Saya perhatikan kepalanya, ada yang bergerak-gerak di bawah matanya ketika suara-suara itu terdengar di kuping saya. "Kecuali apa?" tanya saya. Berada di tempat yang entah apa, tak akan membuat saya lebih berbahagia daripada hari yang lalu di sana, dunia nyata. Saya ingin segera keluar dari sini, walau suara seperti Ibu yang saya rindukan terdengar begitu merdu lewat kupu-kupu itu. Atau saya tak perlu pergi dari sini? Akankah beberapa saat lagi kupu-kupu itu menjelma ibu? Saya memang rindu ibu. "Kupu-kupu putih yang manis, saya rasa saya akan betah di sini. Jadi, biarlah jika memang ini tempat terakhir saya," saya sumringah. Kupu-kupu itu langsung terbang gesit tepat ke depan hidung saya, hinggap di ujung hidung mancung turunan dari ibu. "Kau bodoh, anak muda! Aku tahu kau hilang arah, kau tersesat di belantara kegelisahanmu. Kesalahan yang terus membayangimu. Kesalahanmu itu memang kebodohanmu. Dan kau semakin bertambah bodoh bila kau pikir kau tak bisa berubah! Camkan, anak muda! Anak muda sepertimu adalah kegelisahan, namun derap langkahmu adalah perubahan.*"
Emosi saya bergejolak. Kupu-kupu apa yang bicara menggelegar seperti itu? Seperti ibu saya yang bijak ketika marah, berbicara dengan tegas, namun suaranya tetap menyamankan. Antara marah, antara rela diceramahi oleh seekor kupu-kupu. "Kau yakin ingin berakhir di sini, dalam dimensi tanpa waktu, tanpa apa pun selain aku si kupu-kupu? Hanya berada di dunia mimpi?" tanya kupu-kupu itu begitu lirih. Seakan memaksa saya menjawab tidak. Saya pandangi berkeliling, tak ada apa-apa, tiada sesiapa. Apa ujung dari dimensi tanpa waktu ini?
Bukankah saya ingin waktu berhenti? Permohonan saya dikabulkan Tuhan? Tapi, tak seperti ini yang saya inginkan. Saya ingin kembali ke masa itu, ketika saya mendengar kata ibu. Mata saya terasa panas, akan ada yang pecah. Sebuah tangisan. Saya terisak. “Anak muda, bergeraklah! Biarkan kesalahanmu mendewasakanmu. Lenyapkan kegelisahanmu dengan melangkah maju. Jangan kau tenggelamkan dirimu dalam penyesalan, anak muda. Ia di sana sudah baik-baik saja.” “Ia? Siapa?” selidik saya terpancing kata-katanya. “Ibumu,” jawab kupu-kupu. Saya tak percaya. Bagaimana kupu-kupu itu tahu? “Anak muda, maafkanlah kesalahan yang dulu. Ibumu tak ingin kau berhenti, ataupun kembali ke masa sebelum kesalahan itu terjadi. Ibumu pun tak ingin kau ada di sini. Ibumu tak ingin kau berharap aku akan menjelma jadi ibumu. Ibumu ingin kau pergi dari dimensi tanpa waktu ini.” “Ibu.. kaukah yang berbicara? Kenapa kau menjadi kupu-kupu, ibu?” “Sudahlah, anak muda, kau sudah berakhir di sini jika benar kau menginginkan ini. Tapi kau masih bisa pergi, asalkan kau berjanji...” “Tidak! Saya tak ingin pergi. Saya ingin di sini. Saya percaya, saya akan bertemu ibu di tempat ini. Saya hanya perlu menunggu, ‘kan?”
Kupu-kupu kembali hinggap di atas mahkota bunga. Sepertinya ia kelelahan meladeni omongan saya. Biarlah. Saya hanya menunggu beberapa saat lagi sampai kupu-kupu itu menjelma menjadi ibu. Ya, entah berapa detik, menit, bahkan berhari-hari. Saya akan menunggu itu.
“Ingat, anak muda, kau sekarang berada di dalam dimensi tanpa waktu!” Suara kupu-kupu itu lagi. “Aku adalah kupu-kupu istimewa. Aku bukan jelmaan si ulat dan kepompong. Aku hanya tercipta begini. Aku pun nanti tak akan menjelma ibumu.” Ia mendengar kata batin saya. Benar ia kupu-kupu istimewa.
“Begitu juga bunga ini. Ia tak berasal dari benih apa pun. Ia tak akan layu lalu bertumbuh bunga yang baru. Tanah yang kau pijak akan selalu dingin dan merah, ia tak akan kekeringan atau menjadi terlalu lembab. Kabut-kabut putih akan terus menyelimutimu, walau mungkin cahaya-cahaya akan semakin benderang. Dan cahaya-cahaya memang tak akan menjadi lebih terang. Hanya begini saja. Tak akan ada perubahan. Kau dalam dimensi tanpa waktu...” Saya tercekat. *** “Bapak.. Bapak,” teriakan adik. Mata saya terpejam. Berat terbuka. Ada kesakitan di pergelangan tangan saya. Sebelah kiri sepertinya. Ada apa ini? Mana kupu-kupu tadi? “Pak, jari-jari kakak tadi bergerak. Kakak mulai siuman, Pak?” Ada derap langkah yang bergegas mendekati saya. Bapakkah itu? Tolong, tolonglah, Tuhan, saya ingin membuka mata. Saya ingin melihat bapak, adik... Ya, iya, saya berjanji. Kupu-kupu di mana pun sekarang kau berada, saya akan mengingat kata-katamu. Biarkan saya pergi dari sini. Saya berjanji akan berubah. Lepaskan saya dari dimensi tanpa waktu, kupu-kupu. Saya menggeliat, mengerang, berharap mata itu terbuka. “Maafkan kesalahan itu, anakku. Ibu tak ingin kau hidup dalam penyesalan dan kegelisahan yang begitu dalam. Belajarlah dari kesalahan itu, nak. Melangkahlah.. Kau masih muda! Pijakanmu masih kuat. Ibu tetap menyayangimu apa pun yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi nanti. Ibu akan menemanimu tumbuh bersama waktu, tanpa henti.” Ibu... “Nak, sang waktu tak akan pernah berhenti... untuk mengubahmu.”
Mata saya terbuka sedikit demi sedikit. Saya rasakan tangan saya dalam genggaman adik. Bapak yang tak henti mengusap rambut saya. Saya rasakan kehangatan. Saya telah kembali. Saya berhasil keluar dari dimensi tanpa waktu. “Kakak...” suara adik saya memanggil. “Kamu melewatkan malam pergantian tahun! Ah, kamu pengacau acaraku, kak!” adik saya memonyongkan bibirnya, ia manyun, tapi kemudian tersenyum. “Selamat tahun baru, kakak! Aku menyayangimu,” ucap adik yang membuat saya sangat terharu. “Selamat tahun baru, nak.” Bapak, matanya berkaca-kaca. Saya rasakan bahagia. Oh, maafkan saya, Pak. “Selamat tahun baru, pak, dik...” ucapan pertama saya di hari pertama di tahun yang baru. Hari terakhir kemarin memang bena-benar telah berakhir, berganti dengan hari yang baru. *** Seminggu setelah kejadian saya memotong urat nadi di pergelangan tangan kiri, saya mengunjungi makam ibu, sendiri saja. Saya telah ceroboh menabrak ibu sendiri di depan garasi rumah. Sangat ceroboh. Dan sangat bersalah tak mendengar kata ibu untuk tidak datang ke acara malam tahun baru itu. Ibu sudah curiga hanya akan ada pesta penuh minuman keras dan seks bebas. Saya teledor membiarkan diri dicecoki minuman keras. Saya pulang dalam keadaan mabuk. Ibu menunggu saya, tak bisa tidur. Mobil tetap saya lajukan kencang walau sudah sampai depan rumah. Andaikan ibu tak berdiri di sana... Andaikan saya mendengarkan ibu... Andaikan saya bisa menjaga diri... Andaikan... Semua telah terlambat. Saya hidup dalam penyesalan. Tak ada yang berubah. Kesalahan demi kesalahan mengubah saya menjadi manusia tanpa perubahan. Ah, betapa bodohnya saya biarkan itu terjadi. Saya larut dalam detik yang terus bergulir, entah menjadi apa. Hingga kejadian dalam dimensi tanpa waktu menyadarkan saya. “Maafkan saya, Bu. Maafkan...” “Sang waktu tak akan pernah berhenti... untuk mengubahmu, nak.” Suara ibu yang terus menggema dalam relung hati saya.
-tamat- Jakarta, 31 Desember 2010.Vira Cla

Minggu, 23 Januari 2011

Siang yang jenuh

Ketika semua yang terjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya kenapa selalu saja ada keraguan di hati ini, apakah yang selama ini ku adalah akibat dari kepura-puraan yang ku jalani…terkadang aku menjalani kehidupan ini hanya tidak pada dasar nya… kenapa ketika aku membantu seseorang sangat mudah bagi ku untuk mengatakan Iya, kenapa saat aku memperlukan bantuan dari orang lain sangatlah sulit dan mudah bagi mereka untuk mengatakan Tidak,TUHAN pernah berkata bahwa hendaknya kita jangan lah kuatir akan hari esok,karna TUHAN mempunyai rencana yang indah bagi Umatnya,,tapi kenapa sangat sulit bagi ku terkadang untuk menelaah kata-kata itu jika aku dikendalikan oleh waktu dan kepastian,satu contoh yang harus aku hadapi dalam realita saat ini bahwa esok aku harus menjatuhkan administrasi untuk keperluan Akademik ku,dan jika hal ini tertunda maka tertunda lah juga masa depan ku. Tidak disadari bahwa semua itu membutuhkan financial untuk mempermudah semuanya, tapi apa yang kini ku alami saat ini aku berada antara ketidak pastian yang terombang-ambing,,,terkadang aku bertanya dalam hati kecil ku ini,apakah salah ku sehingga aku mengalami semua ini, terkadang juga aku bertanya dalam hati kecil ku apakah ini balasan dari pelayanan yang ku ikuti atau apakah ini semua balasan dari kebaikan yang selama ini ku jalani dalam kehidupan ku, atau kah yang kulakukan semua ini tidak meletakan kekudusan dan ketulusan ILAHI, kenapa selalu banyak pertanyaan kenapa dan kenapa aku masih sangat sulit unutuk mengucapakan kata sykur atau terimakasih atas semua yang ku jalani ini. Dalam perjalanan pergumulan ini terkadang aku bingung kemana lagi aku harus melangkah dan berpijak serta berucap,,, seaakaan dalam hati kecil ini berkata “engkau tidak mempunyai apa2 di dunia ini kecuali TUHAN mu” lalu apakah yang akan aku perbuat dalam hidup ku. Aku trus berusaha dan berusaha kepada orang2 yang sama setiap waktu nya, secara manusia itu merupakan hal yang menjemukan dan membosankan unutk dilakukan setiap waktu nya. “Kenapa aku hidup di lingkaran manusia yang tertutup hati nya kenapa aku tidak tinggal dalam lingkungan yang membuat aku nyaman”. Waktu semakin berjalan cepat dan semakin saja cepat,aku terkadang bingung harus kemana aku berlari dan bersembunyi dalam kenyataan ini. Aku percaya bahwa janji TUHAN itu indah dan baik namun aku tak bisa melewati proses seperti ini,,apakah aku hanya diam saja untuk melewati proses itu atau kah aku berusaha dan melakukan sesuatu untuk keluar dari masalah itu dan bersembunyi dalam lubang yang gelap dan sempit. Terkadang aku bertanya dalam hati ni dan sering bertanya, seperti apakah kehidupan yang aku jalani dalam hidup ini, seperti apakah aku harus berbuat dalam kehidupan ini,,TUHAN tolong aku saat ini angkat aku TUHAN dari ke gundah – gulana ku yang saat ini sedang meracuni kehidupan ini….akhir dari pemikiran ku ini aku berkata bahwa TUHAN akan selalu menyediakan “hadiah Istimewa “ bagi Anak-anak nya yang setia dan taat pada-Nya, aku tidak perduli saat ini akan kehidupan ku,akan mati ku dan hidup ku,akan tangis ku dan senyum ku, akan derita ku juga akan bahagiaku, akan gelisah ku dan nyaman ku yang tak pernah menentu, akan lapar dan kenyang ku yang tak kusadari. NAMUN AKU yakin dalam hidup ku ini bahwa TUHAN akan selalu perduli dengan diri ku. Aku berdoa kiranya TUHAN tidak akan pernah mengecewakan Anak-anak-Nya. Namun satu kesedihan ku mengapa “saudara jauh ” dengan aku di bandingkan “saudara ku”

APA makna dari cinta ITU

Saat kau MENYUKAI seseorang, kau ingin memilikinya untuk keegoisanmu sendiri. *Saat kau MENYAYANGI seseorang, kau ingin sekali membuatnya bahagia dan bukan untuk dirimu sendiri. *Saat kau MENCINTAI seseorang, kau akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya walaupun kau harus mengorbankan jiwamu. *Saat kau menyukai seseorang dan berada disisinya maka kau akan bertanya,”Bolehkah aku menciummu?” *Saat kau menyayangi seseorang dan berada disisinya maka kau akan bertanya,”Bolehkah aku memelukmu?” *Saat kau mencintai seseorang dan berada disisinya maka kau akan menggenggam erat tangannya… *SUKA adalah saat ia menangis, kau akan berkata “Sudahlah, jgn menangis.” *SAYANG adalah saat ia menangis dan kau akan menangis bersamanya. CINTA adalah saat ia menangis dan kau akan membiarkannyaSUKA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata,”Ia sangat cantik dan menawan.” *SAYANG adalah saat kau melihatnya kau akan melihatnya dari hatimu dan bukan matamu. *CINTA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata,”Buatku dia adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padaku..” *Pada saat orang yang kau SUKA menyakitimu, maka kau akan marah dan tak mau lagi bicara padanya. *Pada saat orang yang kau SAYANG menyakitimu, engkau akan menangis untuknya. *Pada saat orang yang kau CINTAI menyakitimu, kau akan berkata,”Tak apa dia hanya tak tau apa yang dia lakukan.” *Pada saat kau suka padanya, kau akan MEMAKSANYA untuk menyukaimu. *Pada saat kau sayang padanya, kau akan MEMBIARKANNYA MEMILIH. *Pada saat kau cinta padanya, kau akan selalu MENANTINYA dengan setia dan tulus…

Jumat, 21 Januari 2011

menunggu panggilan

Semakin saya dewasa, saya semakin menyadari bahwa jika seseorang ingin diubahkan, mereka harus mengubah pandangan mereka terhadap hidup ini.

Dalam sebuah konvensi misi baru-baru ini, hadirin menyanyikan sebuah lagu misi lama,"Aku mau pergi kemanapun Kau kehendaki, ya Tuhan."Sejenak Saya merenungkan apa yang sedang kami nyanyikan dan rasanya tidak masuk akal.Kebanyakan orang di aula itu tidak pergi kemana-mana.Saya tahu itu, merekapun tahu.Tetapi mereka terus menyanyikan syair yang pada intinya tidak berarti apa-apa bagi mereka.Mereka selalu berbuat demikian.

Kita harus menyendiri bersama Tuhan dan mengevaluasi kembali bagaimana kita menggunakan hidup kita.Saya tidak sedang mengusulkan agar kita menjual semua harta kita dan pindah ke pemukiman penduduk minoritas.Apa yang kami lakukan ini bukan untuk dilakukan oleh semua orang.Namun seharusnya mereka sudi merespons bila mereka melihat adanya kebutuhan disekitar mereka.

Saya menjalani sebuah kehidupan yang jauh berbeda dengan sebagian besar orang Amerika.Ini tidak berarti bahwa ada yang benar atau salah diantara kita, namun kita memang berbeda.

Di sebuah daerah-yang bisa dijangkau dalam waktu singkat dengan kereta bawah tanah dari Bushwick, para eksekutif Wall Street mengadakan persekutuan doa dan pemahaman Alkitab secara rutin di ruang rapat direksi bagi berbagai perusahaan di Manhattan.Pekerjaan mereka sama pentingnya dengan pekerjaan Saya.Mereka melayani orang-orang yang tidak akan pernah saya layani.

Dalam perjalanan-perjalanan saya, saya sering diminta untuk menjadi tamu dalam berbagai acara bincang-bincang dio televisi, baik yang kristen maupun yang sekuler.Apapun acaranya, pertanyaan-pertanyaannya biasanya sama.Saya hampir bisa memastikan- bahwa di menit-menit pertama saya akan ditanya,"Bagaimana Allah memanggil Anda ke New York?"

Suatu kali, dalam sebuah acara yang ditayangkan secara live- langsung- di Midwest, Saya menjawab pertanyaan tersebut dengan,"Allah tidak memanggil Saya ke New York."

Si pembawa acara dengan wajah agak bingung, menoleh kekamera dan berkata,"kami akan kembali setelah pesan penting berikut ini".Dan iklan ditayangkan.

Bolehkan saya menjelaskan apa yang saya maksud dengan ucapan saya itu.

Begitu banyak orang bergantung pada apa yang kita ketahui sebagai "panggilan Allah" atau "suara Allah".Namun ketika keadaan tidak sesuai dengan apa yang menurut mereka benar, mereka tidak bisa bertindak sama sekali.

Jika Anda menantikan penyataan adikodrati atau sesuatu yang mengejutkan, yang tidak Anda sangka-sangka, untuk menuntun masa depan Anda, kemungkinan besar Anda akan menunggu selamanya.Saya telah bertemu banyak orang yang tulus hatinya, yang menunggu seumur hidup sampai Allah berbicara kepada mereka.Mereka mengira, Jika Aku tidak mendengar suara Tuhan, aku tidak boleh terlibat dalam pelayanan.

Sudah tak terhitung banyaknya orang Kristen yang tulus,yang sampai meninggalpun masih menunggu Allah memanggil mereka untuk melakukan sesuatu-dan mereka tidak pernah melakukan apa-apa sementara mereka menunggu.Tentu saja Allah bisa berbicara melalui "semak-semak yang menyala" dan tiang api, tetapi kita tidak perlu menunggu munculnya tanda semacam itu.Saya pernah menulis sebuah artikel yang berjudul, "apa yang Anda lakukan ketika Anda menunggu semak-semak terbakar?"

Tragedi terbesar dalam misi-misi di Amerika adalah banyak orang Kristen yang percaya bahwa misionaris adalah orang yang pernah mendapat penglihatan dan berjumpa dengan Allah secara adikodrati.

Apa yang Anda lakukan seandainya rumah Anda terbakar dan anak Anda masih terjebak di dalamnya?Apakah Anda akan berkata"Aku tidak akan masuk sampai Tuhan menyuruhku"? Tidak!Anda pasti akan segera bergegas masuk karena anak Anda harus diselamatkan.

Motivasi itulah yang saya rasakan ketika saya memutuskan datang ke New York.Saya percaya bahwa kebutuhan itulah yang memanggil saya ke New York.Sebenarnya ini sangat sederhana.Kita hanya membuatnya rumit seperti begitu banyak hal lain dalam hidup ini.

Antara Memberi dan Menerima

Antara Memberi dan Menerima


Memberi dan menerima bukanlah suatu tindakan yang asing. Semua manusia akan dengan mudah mengatakan bahwa kedua tindakan tersebut merupakan bagian integral dari aktivitas hidup manusia setiap hari, suatu aksi yang sekian spontan sehingga tak perlu membuang banyak waktu untuk berpikir tentangnya. Namun sesuatu yang amat biasa terkadang menuntut suatu pertimbangan yang lebih layak.

Tindakan memberi dan menerima sudah dipelajari seseorang sejak ia masih merupakan seorang bayi. Walau tanpa kesadaran, tindakan paling awal yang dilakukan seorang bayi adalah “menerima. Sang bayi menerima dan menghirup udara, ia menerima hidup dan situasi dunia yang sangat jauh berbeda dengan situasi “firdaus” yang dialaminya ketika ia masih dalam rahim ibu. Perbedaan kondisi hidup yang diterima sang bayi pada titik awal ini sering amat menakutkan. Karena itu sang bayi lalu menangis. Ia membutuhkan sesautu, ia membutuhkan perlindungan yang dengan segera diterimanya dari tindakan memberi dari seorang ibu. Semua yang dialami bayi pada tahap awal ini akan sangat berpengaruh bagi perkembangan hidupnya selanjutnya, bukan saja terbatas pada aksi memberi dan menerima, tetapi juga secara luas dalam keseluruhan aktivitas hidup sosialnya. Sang bayi belajar memberi dan menerima, dan menjadikannya sebagai aktivitas spontan hidup hariannya.

Antara kedua tindakan tersebut sulitlah untuk dibuat distinksi, sulitlah untuk dibuat prioritas tindakan manakah yang lebih penting dan harus didahulukan. Ada sekian banyak konteks yang harus turut dipertimbangkan untuk memberikan penekanan pada satu dari kedua aksi tersebut. Dalam dunia psikoterapi, yang juga amat menuntut keterlibatan kedua tindakan tersebut, “therapeutic acceptance” lebih banyak dipandang sebagai unsur penting dalam sebuah proses penyembuhan, lebih dari pada berbagai “technological medicine” lainnya. Kebanyakan klien yang mengalami goncangan psikologis melihat hidupnya amat tidak bernilai. Carl Gustav Jung, seorang psikiater terkenal asal Swiss, mengindikasikan bahwa sepertiga dari pasien yang datang kepadanya menderita kehampaan makna hidup (the meaninglessness of life). Hal ini bertolak dari ketidak-sanggupan klien untuk menemukan arti dari keberadaan dirinya sendiri, yang mencakup keseluruhan aspek personalitasnya.

Dalam situasi seperti ini, tindakan “menerima” yang diekspresikan sang psikiater akan melahirkan suatu pemahaman baru dalam diri klien. Dia akan menyadari bahwa dirinya ternyata masih memiliki sesuatu, bahwa ia masih memiliki kata-kata yang layak didengar, sekurang-kurangnya oleh ¡§dia¡¨ yang kini sedang berada di depannya. Adalah suatu kebahagiaan terbesar dalam hidup untuk menyadari bahwa saya masih layak didengarkan, masih layak diterima, masih layak dicintai dan mencintai. Dalam proses inilah si klien perlahan-lahan menemukan arti dirinya, dan inilah awal dari suatu proses penyembuhan.

Namun tindakan memberi dan menerima itu dapat pula dilihat dari sudut pandang yang lain. Oral Roberts dalam bukunya “Miracle of Seed-Faith” memberikan tekanan utama pada tindakan “memberi”. Tindakan memberi, apapun bentuknya baik material maupun rohaniah seperti pemberian kemampuan diri, bakat ataupun waktu bagi orang lain, ditempatkan Roberts sebagai benih-benih yang tertabur, yang pada baliknya akan bertumbuh dan memberikan panen yang berlimpah. Dalam Kitab Suci terdapat banyak kisah tentang hal ini. Pemberian lima buah roti dan dua ekor ikan bagi banyak orang di padang gurun ternyata menjadi benih iman untuk menghasilkan dua belas bakul roti. (Mat. 14, 13-21). Pemberian perahu oleh Simon Petrus untuk digunakan Yesus mengajar orang banyak tentang kabar gembira Kerajaan Allah, ternyata menjadi benih iman untuk menghasilkan banyak ikan. (Luk. 5, 1-11).

Di sini Oral Roberts menunjukkan bahwa tindakan kita untuk memberi tidak pernah berlangsung sia-sia, tetapi bahwa dalam tindakan tersebut baik si penerima maupun si pemberi sama-sama menerima “sesuatu”. Bahkan si pemberi menerimanya kembali dalam jumlah yang telah dipergandakan. Namun hal ini tidak dimaksudkan untuk memperkokoh paham jkuno “do ut des”, memberi untuk menerima kembali (saya memberi agar engkaupun memberi). Tetapi inilah kebenaran yang ditawarkan oleh Yesus sendiri, “Berilah maka kamu akan diberi.” (Luk 6, 38). Dan bahwa si pemberi akan menerima kembali sesuai ukuran yang dipakai dalam memberi kepada orang lain.

Begitulah... Sesuatu yang kita berikan akan diterima kembali. Yang terpenting adalah bahwa pemberian tersebut terjadi dalam konteks “benih iman” yang tertabur, yang menuntut keyakinan kita untuk menempatkan Allah sebagai pusat segalanya, yang akan mempergandakan pemberian itu dan melimpahkannya kembali kepada si pemberi dalam bentuk dan sarana yang tak dipahami manusia. Kita bersatu bersama Petrus yang bertanya kepada Yesus bahwa ia telah memberikan segala sesuatu tetapi apa upah yang akan diperoleh?? Yesus menjawab “...kamu akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.” (Mat. 19, 29).

kehidupan

sewaktu saya berlibur ke tangerang, beberapa hari begitu bosan saya rasakan di dalam rumah lalu diam2 saya merencanakan perjalan singkat dalam satu hari menuju jakarta pusat dan berlalu ke Bogor dan pulang ketika malam sudah larut,dalam perjalanan saya melihat seorang bapak tua hendak menumpang bus. Pada saat ia menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Lalu pintu tertutup dan bus mulai bergerak, sehingga ia tidak bisa memungut sepatu yang terlepas tadi. Si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya keluar jendela.

Saya yang duduk dalam bus melihat kejadian itu, dan bertanya kepada si bapak tua, "Aku memperhatikan apa yang Anda lakukan Pak. Mengapa Anda melemparkan sepatu Anda yang sebelah juga ?" Si bapak tua menjawab, "Supaya siapapun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya."
Si bapak tua dalam cerita di atas memahami filosofi dasar dalam hidup - jangan mempertahankan sesuatu hanya karena kamu ingin memilikinya atau karena kamu tidak ingin orang lain memilikinya.

Kita kehilangan banyak hal di sepanjang masa hidup. Kehilangan tersebut pada awalnya tampak seperti tidak adil dan merisaukan, tapi itu terjadi supaya ada perubahan positif yang terjadi dalam hidup kita.
Kalimat di atas tidak dapat diartikan kita hanya boleh kehilangan hal-hal jelek saja. Kadang, kita juga kehilangan hal baik.

Ini semua dapat diartikan :
supaya kita bisa menjadi dewasa secara emosional dan spiritual, pertukaran antara kehilangan sesuatu dan mendapatkan sesuatu haruslah terjadi.

Seperti si bapak tua dalam cerita, kita harus belajar untuk melepaskan sesuatu. Tuhan sudah menentukan bahwa memang itulah saatnya si bapak tua kehilangan sepatunya. Mungkin saja peristiwa itu terjadi supaya si bapak tua nantinya bisa mendapatkan sepasang sepatu yang lebih baik.
Satu sepatu hilang. Dan sepatu yang tinggal sebelah tidak akan banyak bernilai bagi si bapak. Tapi dengan melemparkannya ke luar jendela, sepatu itu akan menjadi hadiah yang berharga bagi gelandangan yang membutuhkan.

Berkeras hati & berusaha mempertahankannya tidak membuat kita atau dunia menjadi lebih baik. Kita semua harus memutuskan kapan suatu hal, suatu keadaan atau seseorang masuk dalam hidup kita, atau kapan saatnya kita lebih baik bersama yang lain.
Pada saatnya, kita harus mengumpulkan keberanian untuk melepaskannya. Karena tiada badai yang tak berlalu. Tiada Pesta yang tak pernah Usai. Semua yang ada didunia ini tiada yang abadi.

HUKUM TRUK SAMPAH"

suatu hari di bulan maret setelah saya dari medan karna sesuatu hal,saya pergi ke jakarta dan tinggal beberapa minggu di sana dan saya harus kembali ke Jambi, suatu ketika saya naik sebuah taksi menuju bandara SOETA tangerang. kami melaju pada jalur yang benar ketika tiba-tiba sebuah mobil hitam keluar dari tempat parkir tepat di depan kami. supir taxi menginjak Pedal rem dalam -dalam hingga ban mobil berdecit dan berhenti hanya beberapa Cm dari mobil tersebut. pengemudi mobil hitam tersebut mengeluarkan kepalanya dan memaki ke arah kami. supir taxi hanya tersenyum dan melambai pada orang tersebut. saya sangat heran dengan sikapnya yang sangat bersahabat. saya bertanya " mengapa bapak melakukannya? orang itu hampir merusak mobil bapak dan dapat saja mengirim kita ke rumah sakit.. saat itulah saya belajar dari supir taxi tersebut mengenai apa yang saya kemudian sebut "HUKUM TRUK SAMPAH". ia menjelaskan bahwa banyk orang seperti truk sampah. mereka berjalan keliling membawa sampah, seperti frustasi,kemarahan,kekecewaan. seiring semakin penuh kapasitasnya, semakin mereka membutuh kan tempat untuk membuang nya,dan sering kali mereka membuang nya kepada kita. jangan ambil hati, tersenyum saja, lambaikan tangan dan berkati mereka lalu lanjutkan hidup. jangan mengambil sampah mereka untuk kembali membuangnya kepada orng lain yang kita temui dimana pun. intinya orang yang sukses adalah orang yang tidak membiarkan "truk sampah" mengambil hari-hari kita unutk merusak suasana hati kita. hidup ini terlalu singkat untuk bangun di pagi hari dengan penyesalan, maka kasihilah orang yang memperlakukan kita dengan benar dan berdoalah bagi yang tidak benar. satu kesimpulan yang saya tambahkan adalah "hidup itu 10 % mengenai apa yang kita buat dengannya dan 90 % tentang bagaimana kamu menghadapi nya.. hidup bukan mengenai menunggu badai berlalu,tetapi tentang bagaimana BELAJAR MENARI DALAM HUJAN.

VirSpector YOOL (YM Own Online Logo)

sebuah system simple yang saya beri nama YOOL (YM Own Online Logo). Maksudnya Logo Online YM Sendiri.

Trus, cara pakenya gimana? Gampang aja! Anda hanya perlu memasukkan script Image Biasa, pada bagian SRCnya diisi sesuai dengan keinginan. Ok, gini nih pemakaiannya…

http://www.virspector.uk.to/ym/?id#A#&olimg=#B#&ofimg=#C#’ />
Keterangan:

#A# = ID Yahoo Messenger anda

#B# = Gambar bila Yahoo Messenger anda online

#C# = Gambar bila Yahoo Messenger anda offline

Mudah bukan? Nah sekarang untuk sekedar contoh, ada kok. Coba lihat script dibawah ini:

http://virspector.uk.to/ym/?id=senapc2003&olimg=http%3A%2F%2Fthumbs.dreamstime.com%2Fthumb_195%2F119220419455t8m3.jpg&ofimg=http%3A%2F%2Fthumbs.dreamstime.com%2Fthumb_195%2F1192204392B777iy.jpg’ />
Hasilnya (Anda akan melihat jempol keatas bila YM saya online, sedangkan jempol kebawah bila offline)

[img]http://virspector.uk.to/ym/?id=senapc2003&olimg=http%3A%2F%2Fthumbs.dreamstime.com%2Fthumb_195%2F119220419455t8m3.jpg&ofimg=http%3A%2F%2Fthumbs.dreamstime.com%2Fthumb_195%2F1192204392B777iy.jpg[/img]

Kerenkan! Eits… Tapi ada peraturannya loh… Klo dilanggar sih, saya gak bisa apa – apa, tapi tolong bantu supaya fitur ini tetap berjalan. Peraturannya adalah DILARANG MEMAKAI PICTURE BWK (Bandwidth Killer). Maksudnya, jangan pakai gambarnya memiliki ukuran sangat besar (Misalnya: Long Cat) karena dapat membebani server dan menghabiskan bandwidth website ini. Bila ini terjadi, saya akan mencoba menginvestigasi id penyebab dan membannednya. Bila tidak ditemukan, saya akan mematikan fitur ini 100%.

Sabtu, 01 Januari 2011

WAnita Mulia

Ketika Tuhan menciptakan wanita, Dia lembur pada hari yang ke-enam.

Malaikat datang dan bertanya, “Mengapa begitu lama, Tuhan?”

Tuhan menjawab: “Sudahkah engkau lihat semua detail yang saya buat untuk menciptakan mereka?”
“2 tangan ini harus bisa dibersihkan, tetapi bahannya bukan dari plastik. Setidaknya terdiri dari 200 bagian yang bisa digerakkan dan berfungsi baik untuk segala jenis makanan. Mampu menjaga banyak anak saat yang bersamaan. Punya pelukan yang mampu menyembuhkan sakit hati dan keterpurukan…, dan semua dilakukannya cukup dengan kedua tangan ini.”

Malaikat itu takjub.
Hanya dengan dua tangan? … impossible!”

Dan itu model standard?!

“Sudahlah TUHAN, cukup dulu untuk hari ini, besok kita lanjutkan lagi untuk menyempurnakannya.”

“Oh… Tidak, SAYA akan menyelesaikan ciptaan ini, karena ini adalah ciptaan favorit SAYA”.
“O yah… Dia juga akan mampu menyembuhkan dirinya sendiri, dan bisa bekerja 18 jam sehari”.

Malaikat mendekat dan mengamati bentuk wanita ciptaan TUHAN itu.

“Tapi ENGKAU membuatnya begitu lembut TUHAN?”

“Yah.. SAYA membuatnya lembut. Tapi engkau belum bisa bayangkan kekuatan yang SAYA berikan agar mereka dapat mengatasi banyak hal yang luar biasa.”

“Dia bisa berpikir?”, Tanya malaikat.

Tuhan menjawab: “Tidak hanya berpikir, dia mampu bernegosiasi.”

Malaikat itu menyentuh dagunya….

“TUHAN, ENGKAU buat ciptaan ini kelihatan lelah & rapuh! Seolah terlalu banyak beban baginya.”

“Itu bukan lelah atau rapuh…. Itu air mata”, koreksi TUHAN.

“Untuk apa?”, Tanya malaikat.

TUHAN melanjutkan: Air mata adalah salah satu cara dia mengekspressikan kegembiaraan, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan dan kebanggaan.”

“Luar biasa, ENGKAU jenius TUHAN” kata malaikat.

“ENGKAU memikirkan segala sesuatunya, wanita ciptaan-Mu ini akan sungguh menakjubkan!”
Ya mesti….!!!
Wanita ini akan mempunyai kekuatan mempesona laki-laki. Dia bisa mengatasi beban bahkan melebihi laki-laki.
Dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri.
Dia mampu tersenyum bahkan saat hatinya menjerit.
Mampu menyanyi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan.
Dia berkorban demi orang yang dicintainya.
Mampu berdiri melawan ketidakadilan.
Dia tidak menolak kalau melihat yang lebh baik.
Dia menerjunkan dirinya untuk keluarganya.
Dia membawa temannya yang sakit untuk berobat.

Cintanya tanpa syarat.

Dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang.

Dia bergirang dan bersorak saat melihat temannya tertawa.

Dia begitu bahagia mendengar kelahiran.

Hatinya begitu sedih mendengar berita sakit dan kematian.

Tetapi dia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup.

Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.

Hanya ada satu hal yang kurang dari wanita:

DIA LUPA BETAPA BERHARGANYA DIA…


kupersembah kan untuk ibu ku dan Alm.kakak ku (Yuni Maryeta marbun)

Teknik Memblokir situs porno

Dengan diundangkannya UU ITE salah satu hal yang paling membuat panik banyak orang adalah urusan esek-esek. Bagi para pengguna Internet, pada hari ini sebetulnya teknik memblok situs tidak baik sudah sedemikian mudahnya. Sebagian besar bahkan dapat dilakukan menggunakan software gratisan tidak perlu membayar se-peser-pun.

Pengguna Internet mempunyai beberapa pilihan, yaitu:
* Menggunakan sistem operasi yang secara aktif memblok situs tidak baik.
* Mencari software Parental Control
* Menggunakan Browser Firefox dan menambahkan plugin Parental Control.
* Menggunakan DNS dari OpenDNS.

Diantara beberapa teknik di atas, teknik menggunakan browser Firefox dengan mengaktifkan plugin Parental Control barangkali merupakan cara yang paling sederhana yang dapat digunakan oleh para pengguna Internet.

Tentunya masih banyak teknik blok situs tidak baik yang ada di Internet. Penjelasan lebih lengkap terutama untuk sistem administrator jaringan dapat di baca pada :
http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Teknik_Memblok_Situs_T...

Sistem Operasi Yang Memblok Situs Porno
Tidak banyak sistem operasi yang mengintegrasikan pemblokiran situs tidak baik. Salah satu yang terbaik hari ini adalah Ubuntu Muslim Edition (UbuntuME) yang secara terintegrasi mengimplementasi teknik untuk memblokir situs tidak baik di dalam-nya.Anda yang menggunakan Ubuntu Muslim Edition tidak perlu pusing-pusing mempelajari berbagai teknik blok situs, karena semua sudah built-in dan siap pakai tanpa perlu bersusah payah meng-konfigurasi.

Ubuntu Muslim Edition dapat di ambil pada :
* http://kambing.ui.edu/pub/ubuntume/
atau memesan / membeli DVD / CDROM-nya dengan harga murah dari
* http://juragan.kambing.ui.edu/
* http://toko.baliwae.com/
* http://www.gudanglinux.com/

UbuntuME versi DVD lebih lengkap telah terintegrasi OpenOffice. Versi minimal adalah UbuntuME versi CDROM, tidak ada OpenOffice.Bagi anda yang kurang beruntung karena tidak menggunakan Ubuntu Muslim Edition, anda perlu mempelajari teknik-teknik berikut untuk melakukan pemblokiran.

Memblok Menggunakan OpenDNS
Memblok menggunakan OpenDNS sebetulnya tidak terlalu sukar, anda hanya perlu memasukan IP address OpenDNS, yaitu :
* 208.67.222.222
* 208.67.220.220

Bagi anda yang menggunakan Windows, kemungkinan besar settingan ini dilakukan dari menu Control Panel -> Networking -> Properties -> TCP/IP -> DNS.

Penggunaan Software Parental Control
Bagi para pengguna / end user yang masih menggunakan Windows. Ada baiknya mencari di Google dengan keyword "Parental Control", memang kebanyakan software di Windows berbayar, bukan gratisan. Walau ada yang open source. Review software Parental Control dapat dilihat di
http://www.consumersearch.com/www/software/parental-control-software/.Be... Software Parental Control ter-Favorit :
* Net Nanny 5.6 (~$50 / tahun)
* CyberPatrol 7.6 (~$40 / tahun)
* Safe Eyes 5.0 (~$50 / tahun)

Beberapa Software Parental Control Windows yang gratisan / open source :
* ParentalControlBar dari http://www.parentalcontrolbar.org/
* Crawler Parental Control dari http://www.crawlerparental.com/
* http://www1.k9webprotection.com/

Memblok Situs Porno Menggunakan Content Filter di Firefox
Cara sederhana untuk blok situs porno menggunakan Browser Firefox.
1. Buang Internet Explorer.
2. Instal Firefox.
3. tambahkan plugins (addons) utk content filtering

Firefox dapat diambil dari situs http://www.mozilla.com/. Plugin / Addons di Firefox biasanya size-nya kecil beberapa puluh Kbyte atau ratusan Kbyte, biasanya di-install langsung dari Internet. Ada beberapa plugins / addons "Parental Control" di Firefox, seperti :
* https://addons.mozilla.org/en-US/firefox/addon/5881 Glubble Family Edition
* https://addons.mozilla.org/en-US/firefox/addon/1865 Adblock Plus
* https://addons.mozilla.org/en-US/firefox/addon/3145 BlockSite
* https://addons.mozilla.org/en-US/firefox/addon/1803 ProCon Latte
* https://addons.mozilla.org/en-US/firefox/addon/4351 FoxFilter.

HABIBIE dan Cinta Sejati

Selasa malam 30 November ini, Bacharudin Jusuf Habibie meluncurkan buku "Habibie & Ainun" yang disebut sejumlah kalangan sebagai buku tentang cerita cinta abadi dua anak manusia. Kehidupan penuh cinta pasangan Habibie dan Hasri Ainun memang bisa menjadi bahan ajar menarik untuk keadaan sosial kini yang terlalu dimabuk kabar selingkuh, cerai, sensasi syahwat dan birahi.
Mereka menguak kisah cinta sejati dan kesetiaan yang membangkitkan takjub, selain menjadi cermin kepada siapa keluarga-keluarga berkaca. Kesetiaan tiada koma dari sang ilmuwan cemerlang kepada istrinya itu, telah menegaskan bahwa cinta abadi itu ada. Ketulusan cinta Habibie-Ainun dan keromantisan mereka mungkin seindah kuasa cinta yang membalut perjalanan kasih Roro Mendut dan Pronocitro, Laila dan Majnun, Mumtaz Mahal dan Shah Jehan, Guinevere dan Lancelot, Scarlett O’Hara dan Ashley Wilkes, atau pasangan dalam roman-roman lainnya.
Tentu saja kisah cinta Habibie-Ainun tak setragis kisah dalam roman-roman itu. Freddy Mercury, vokalis band legendaris Queen, hanya bisa bersenandung cinta sejati dalam lagunya, "I was born to love you/With every single beat of my heart// Yes, I was born to take care of you/Every single day of my life// You are the one for me/I am the man for you// You were made for me//"
Habibie juga melantunkan kidung amor seperti Freddy, dengan berkata, "Ainun tercipta untuk saya, dan saya tercipta untuk Ainun." Tapi Habibie lebih dari itu, karena untaian syair indah itu dia terjemahkan dalam laku keseharian kepada sang pasangan hati.
"Cinta mereka tidak pernah berkurang, justru terus bertambah," kata buah hati mereka, Thareq Kemal Habibie, kepada satu televisi nasional beberapa waktu lalu. Mereka melihat satu sama lain secara mendalam, tak hanya dari eloknya paras, indahnya lekuk tubuh atau merdunya suara. Sebaliknya, mereka memaknai wajah mereka sebagai nilai-nilai dari mana keluarga harmonis ditata.
Mereka seolah melanggamkan puisi pujangga besar William Shakespeare, "Di wajahmu Aku lihat kemurnian, kebenaran, dan kesetiaan." Di tengah dunia yang dibalut glamor, seksualitas ekstrem, pemujaan benda, dan pernikahan berimamkan nafsu, dua sejoli itu mempertontonkan cinta sejati yang mempesona nan menggetarkan.

Cinta sejati


Kesetiaan Habibie mengingatkan pada salah satu kisah kasih agung di era modern, antara dua ilmuwan brilian, Pierre Curie dan Marie Sklodowska Curie. Sebagaimana Habibie dan Ainun, Pierre dan Marie dipersatukan oleh cinta. Keduanya tak saling mencari untung, tak pula saling menuntut, apalagi memanipulasi kelebihan, pencapaian dan kedudukan pasangannya.
Mereka bersenyawa menjadi ekajiwa dwitubuh karena menganggap satu sama lain sebagai belahan jiwa.
Pesona cinta memang menyentuh kalbu semua orang, dan manakala itu merasuk pada dua anak manusia yang ikhlas berbagi rasa dan dipersatukan oleh ketertarikan sama, maka hidup menjadi lebih berbunga. Itulah yang dirasakan Marie dan Pierre, dan mungkin pula dinikmati Habibie dan Ainun, serta semua pasangan sejiwa lainnya. Adalah kecerdasan dan ketekunan Marie yang membuat Pierre jatuh hati. Setelah beberapa kali gagal dipinang Pierre, perempuan Polandia itu menerima cinta Pierre dan berlanjut ke pernikahan pada 1895. Pernikahan itu kian menyatukan mereka, hingga bermitra demi sains.
Masa-masa sulit berhasil mereka lalui, karena mereka selalu berbagi, saling mengisi dan merasa saling membutuhkan. Sukses akhirnya mereka capai pada 1898 setelah menemukan polonium dan radium. Untuk upayanya itu, mereka, bersama Antoine Henri Becquerel, dianugerahi Nobel Fisika pada 1903.
Hidup Marie berantakan setelah Pierre meninggal dunia pada 1906. Tapi, cintanya yang tak pernah padam pada suami, membuat Marie bangkit menapaki jalan yang diretas belahan jiwanya untuk menjadi profesor fisika dan meraih lagi Nobel kimia pada 1911. Namun, di tengah kesuksesan itu, Marie tetap merindukan Pierre. Marie merasa dia adalah Pierre, dan Pierre adalah dia. Pada 1934 Marie menyusul Pierre ke alam baka karena leukemia.
Seperti Marie, Habibie juga amat kehilangan belahan jiwanya, seolah setengah hatinya terenggut.
Habibie mengatakan tak akan melewatkan sehari pun berziarah dalam masa 40 hari setelah wafatnya sang istri. Sungguh satu ungkap kesetiaan mendalam dari seorang pecinta sejati.
Habibie seolah mendeklamasikan puisi pujangga besar Persia, Jalaluddin Rumi, "Aku mungkin bisa menutup bumi dengan taburan melati/ Aku dapat saja memenuhi samudera dengan tangisan/ Aku bisa saja mengguncang surgawi dengan pepujian/ Tapi tak satu pun dari semua itu dapat meraihmu."

Ideal

Habibie-Ainun adalah gambaran otentik mengenai wujud doa setiap pasangan nikah untuk hadirnya keluarga harmonis yang dibalut kesetiaan. Habib Ali Almuhdar, guru mengaji Keluarga Besar Habibie, berkata, "Keluarga Habibie adalah keluarga sakinah mawaddah warohmah." Artinya, keluarga itu senantiasa diliputi kasih sayang dan menjalankan perintah Tuhan sehingga selalu dilimpahi rahmat-Nya.
Habibie-Ainun, serta keluarga-keluarga lain seperti mereka, merekatkan ikatan keluarga di atas fondasi saling menyadari dan mengakui perbedaan-perbedaan mereka. Mereka bersatu menjadi dua belahan jiwa yang bersenyawa dalam satu tubuh di mana sang perempuan menutup ketaksempurnaan emosi pria, sebaliknya kesenjangan nalar pada perempuan ditutup sang pria. Jika keadaan itu membawa keutuhan kepada keduanya, maka kebersamaan mereka adalah perkawinan sejati antardua sejiwa sehati.
Mengutip para pakar spiritual, tatkala jiwa-jiwa seperti itu menyatu, pikiran-pikiran tentang seks tak lagi dominan. Sebaliknya, makin dominan persatuan seks, makin hambar sebuah persenyawaan spiritual. Jika persenyawaan spiritual itu kian kuat, maka dua jiwa itu kian rapat menyatu. Inilah level di mana perkawinan sejati antardua belahan jiwa telah tercipta, sebagai mana Tuhan rencanakan untuk setiap manusia.
Mungkin pasangan-pasangan seperti ini adalah kakek nenek dan bapak ibu Anda. Mereka adalah kepada siapa Anda bisa mengambil pelajaran mengenai kesetiaan, keiklasan, cinta, harmoni dan keluarga. Merekalah teladan hidup yang ideal, bukan kabar kawin cerai yang rabun makna, timpang pesan, dan gemar menggugat institusi pernikahan dengan argumentasi amat materialistis, dangkal, dan artifisial. Anda akan sangat beruntung memiliki bahan ajar dari keluarga-keluarga yang dirajut kuat oleh cinta sejati seperti ditenun Habibie dan Ainun.

OH TUHAN

Oh Tuhan, lihatlah aku, makhluk-Mu yang pura-pura beriman ini, yang selalu berusaha membungkus kepalsuan dalam ketaatan, apakah aku bisa menyembunyikan semua kebusukan jiwaku ini dari-Mu ?

PANGGILAN HIDUP

Aku  menggeleng-gelengkan kepala ku dalam ketidakpercayaan. Tidak mungkin ini tempAt sebenarnya, tidak mungkin aku diterima disini.aku sudah diberi undangan beberapa kali,oleh beberapa orang yang berbeda dan baru akhirnya memutuskan untuk melihat tempatnya seperti apa sich. Tapi tidak mungkin ini tempatnya,dengan cepat aku melihat pada undangan yang ada di genggamanku. Aku memeriksa dengan teliti kata-kata nya”Datanglah sebagaimana adanya kamu. Tidak perlu ditutup-tutupi” dan aku menemukan lokasinya.
Ya aku berada ditempat yang benar. Aku mengintip lewat jendelanya sekali lagi dan  melihat sebuah ruangan yang penuh dengan orang-orang yang dari wajahnya terpancar sukacita. Semuanya berpakaian rapi, diperindah dengan pakaian yang bagus dan terlihat bersih seperti kalau mereka makan di restoran yang bagus. Dengan perasaan malu aku memandang pada pakaian ku yang buruk dan compang-camping, penuh dengan noda . aku kotor bahkan menjijikan.
Bau yang busuk ada padaku dan aku tidak dapat membuang kotoran yang melekat pada tubuhku. Ketika aku akan berputar untuk meninggalkan tempat itu, kata-kata dari undangan tersebut seakan-akan meloncat keluar, “Datanglah sebagaimana kamu adanya. Tidak perlu di tutup-tutupi”. Aku memutuskan untuk mencobanya. Dengan mengerahkan semua keberanianku, aku membuka pintu restoran dan berjalan kearah laki-laki yang berdiri di belakang panggung,, .Nama anda Tuan?”ia bertanya kepadaku dengan senyuman.
“Samuel” kataku berguman tanpa berani melihat ke atas. Aku memasukan tanganku ke kantongku dalam-dalam, berharap unutk dapat menyembunyikan noda-nodanya.Ia sepertinya tidak menyadari kotoran yang berusaha aku sembunyikan dan ia melanjukan, “baik ,Tuan. Sebuah meja sudah dipesan atas nama anda,anda mau duduk”?
Aku tidak percaya atas apa yang aku dengar. Atas, Aku tersenyum dan berkata “ya tentu saja” ia mengantarku ke sebuah meja dan cukup yakin  ada  plakat dengan namaku tertera dengan tulisan tebal merah tua,. Ketika aku membaca-baca menunya,, aku melihat berbagai macam hal-hal yang menyenangkan tertera disana. Hal – hal tersebut seperti “damai”, “sukacita”, ”berkat”, ”kepercayaan diri”, ”keyakinan”, ”pengharapan”, ”cinta kasih”, ”kesetiaan” dan pengampunan”.
Aku sadar bahwa ini bukan restoran biasa, aku mengembalikan menunya ke depan untuk melihat tempat  dimana aku berada. ”kemurahan Tuhan” adalah nama dari tempat ini.Laki-laki tadi kembali dan berkata “ Aku merekomendasikan sajian special hari ini. Dengan memilih special menu hari ini, anda berhak untuk  mendapatkan semua yang ada di menu ini.
Kamu pasti bercanda , pikir ku dalam hati. Maksudmu , aku bias mendapatkan SEMUA yang ada dalam menu ini?
“apa menu special hari ini?” aku bertanya dengan penuh kegembiraan. “keselamatan” jawabnya.
“aku ambil “jawab ku spontan. Kemudian secepat aku membuat keputusan itu, kegembiraan meninggalkan tubuhku, sakit dan penderitaan merenggut lewat perutku dan air mata memenuhi mataku. Dengan menangis aku tersedu sedan , aku berkata, “Tuan, lihatlah diriku. Aku ini kotor dan hina, aku tidak bersih dan tidak berharga . aku ingin mendapatkan semuanya ini, tapi aku tidak dapat membelinya. “ dengan berani, laki-laki itu tersenyum lagi.
Tuan , anda sudah dibayar oleh laki-laki di sebelah sana,”katanya sambil menunjuk pintu masuk ruangan. “Namanya Yesus”.
Aku berbalik , aku melihat seorang laki-laki yang kehadirannya membuat terang seluruh ruangan itu. Aku melangkah maju kea rah laki-laki itu, dan dengan suara gemetar aku berbisik, “Tuan, aku akan mencuci piring-piring atau membersihkan lantai atau mengeluarkan sampah. Aku akan melakukan apa pun yang bias aku lakukan untuk membayar-Mu kembali atas semua ini.”
Ia membuka tangan-Nya dan berkata dengan senyuman, “Anak-Ku, semuanya ini akan menjadi milikmu,cukup hanya bila kamu datang kepada-Ku,Mintalah pada-Ku untuk membersihkanmu dan Aku akan melakukannya. Mintalah pada-Ku untuk membuang noda-noda itu dan itu terlaksana. Mintalah pada-Ku untuk mengijinkanmu makan di meja-Ku dan kamu akan makan. Ingat, meja ini dipesan atas namamu. Yang bias kamu lakukan hanyalah MENERIMA pemberian yang sudah Aku tawarkan kepadamu”.
Dengan kagum dan takjub, aku terjatuh di kaki-Nya dan berkata”Tolong, Yesus. Tolong bersihkan hidupku, tolong ubahkan aku, ijinkan aku duduk di meja-Mu dan berikan padaku sebuah HIDUP YANG BARU”. Dengan segera aku mendengar, “Sudah terlaksana”. Aku melihat pakaian putih menghias tubuhku yang sudah bersih. Sesuatu yang aneh dan indah terjadi. Aku merasa seperti baru, seperti sebuah beban sudah terangkat dan aku mendapatkan diriku duduk di meja-Nya.
“Menu special hari ini sudah di pesan”. Kata Tuhan kepadaku. “ keselamatan menjadi milikmu” Kami duduk dan bercakap-cakap untuk beberapa waktu lamanya dan aku sangat menikmati waktu yang ku luangkan dengan-Nya. Ia berkata kepadaku dan kepada semua orang, bahwa Ia ingin aku kembali sesering mungkin dan aku  ingin bantuan lain dari kemurahan Tuhan. Dengan jelas Ia ingin aku meluangkan waktu ku sebanyak mungkin dengan-Nya. Ketika waktu sudah dekat bagi ku untuk kembali ke “dunia nyata”, Ia berbisik padaku dengan lembut , “Dan Samuel, AKU MENYERTAI KAMU SELALU”. Dan kemudian, Ia berkata sesuatu yang tidak pernah aku lupakan. Ia berkata, “Anakku, lihatkah kamu beberapa meja yang kosong di seluruh ruangan ini?”. “Ya Tuhan. Aku melihatnya. Apa artinya?” jawabku.
Ini adalah meja-meja yang dipesan, tapi tiap-tiap individu yang namanya tertera di tiap plakat ini belum menerima undangan untuk makan, Maukah kamu membagikan Undangan-undangan ini untuk mereka yang belum bergabung dengan kita?”Yesus bertanya. “Tentu saja “, kataku dengan kegembiraan dan memungut undangan tersebut. “Pergilah keseluruh bangsa. “ Ia berkata ketika aku pergi meninggalkan restoran tersebut.
Aku berjalan masuk ke “KEMURAHAN TUHAN” dalam keadaan kotor dan lapar. Ternoda oleh dosa, asal ku bagai kain tua yang kotor. Dan Yesus membersihkanku, aku berjalan keluar seperti orang yang baru..berbaju putih, seperti Dia, dan, aku akan menepati janjiku pada TUHAN ku.
AKU AKAN PERGI
AKU AKAN MENYEBARKAN LUASKAN PERKATAAN-NYA
AKU AKAN MEMBERITAKAN INJIL
AKU AKAN MEMBAGIKAN UNDANGAN-UNDANGAN-NYA
DAN AKU AKAN MEMULAI DENGAN KAMU.
Pernahkah kamu pergi ke restoran “ KEMURAHAN TUHAN”? ada sebuah meja yang di pesan atas namamu, dan inilah undangan untukmu…”DATANGLAH SEBAGAIMANA KAMU ADANYA, TIDAK PERLU DITUTUP-TUTUPI”.

SIAPA YANG KAYA, SIAPA YANG MISKIN

Suatu hari , seorang ayah yang berasal dari keluarga kaya membawa anaknya dalam satu perjalana keliling negeri dengan tujuan memperlihatkan pada si anak bagaimana miskinnya kehidupan orang-orang disekitar nya. Mereka lalu menghabiskan beberapa hari di sebuah pertanian yang dianggap sang ayah dimiliki keluarga yang amat sangat miskin.
Setelah kembali dari perjalanan mereka, si ayah menanyai anaknya: “bagaimana perjalanannya nak?”, “perjalanan yang hebat , yah”. Sudahkah kamu melihat betapa miskinnya orang-orang hidup?, “ si bapak bertanya.
“O tentu saja” jawab si anak. “sekarang ceritakan , apa yang kamu pelajari dari perjalanan itu,” kata si bapak. Si anak menjawab : saya melihat bahwa kita punya satu anjing, tapi mereka punya empat anjing. Kita punya kolam renang yang panjang nya sampai pertengahan taman kita, tapi mereka punya anak sungai yang tidak ada ujungnya. Kita mendatangkan lampu-lampu untuk taman kita, tapi mereka memiliki cahaya bintang di malam hari. Teras tempat kita duduk-duduk membentang hingga halaman depan, sedangkan teras mereka adalah horizon yang luas. Kita punya pembantu yang melayani kita, tapi MEREKA MELAYANI SATU SAMA LAIN, kita beli makanan kita, tapi mereka menumbuhkan makanan sendiri, kita punya tembok di sekeliling rumah untuk melindungi kita, sedangkan mereka punya TEMAN-TEMAN UNTUK MELINDUNGI MEREKA.
Ayah si anak hanya bias bungkam. Lalu si anak menambahkan kata-katanya : “Ayah, terima kasih sudah menunjukan betapa MISKIN-nya kita. Bukan kah itu adalah perspektif yang sangat indah? . Membuat anda bertanya-tanya apa yang akan terjadi bila kita semua mengucapkan syukur untuk semua yang kita miliki, daripada kuatir tentang apa yang tidak kita miliki.
Hargailah setiap hal yang anda miliki. Hargai setiap teman anda dan tolong mereka dengan memberi kesegaran baru Pada cara pandang dan paradigm mereka. HIDUP INI TERLALU SINGKAT DAN TEMAN-TEMAN(SEBANYAK APAPUN) terlalu sedikit.

BALASAN……………BALASAN,,,,,,,,BALASAN

Saat kau berumur 15 tahun, dia pulang kerja ingin memelukmu sebagai balasan kau kunci pintu kamarmu
Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudikan mobilnya sebagai balasannya,kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli kepentingan nya.
Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telpon yang sangat penting, sebagai balasannya kau pakai telpon sepanjang malam.
Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis haru karena lulus SMA, sebagai balasannya kau berpesta sampai pagi dengan teman-temanmu.
Saat kau berumur 19 tahun,dia membayar uang kuliahmu dan mengantarmu ke kampus pada hari pertama sebagai balasannya kau  minta di turunkan jauh dari pintu gerbang agar kau tidak malu dengan teman-temanmu.
Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya,”darimana saja seharian” sebagai balasannya kau berkata”ah ibu cerewet amat sech ingin tahu urusan orang saja ibu ini.
Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus untuk kariermu di masa depan, tetapi sebagai balasannya kau menjawab “aku tidak ingin seperti itu bu”.
Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu haru saat kau lulus perguruan tinggi sebagai balasanya kau bertanya kepada dia kapan kau bisa ke bali.
Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikan satu buah set furniture unutk rumah barumu, sebagai balasanya kau ceritakan pada teman mu betapa jeleknya furtniture itu.
Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya tentang rencana nya di masa depan, sebagai balasan kau mengeluh “bagaimana ibu ini kok bertanya seperti itu”.
Saat kau berumur 25 tahun, dia membantu biaya pernikahanmu dan sebagai balasanya kau pindah ke kota lain yang jaraknya 500 Km.
Saat kau berumur 30 tahun,dia memberikan nasehat bagaimana caranya merawat bayimu, sebagai balasanya kau katakan kepadanya “Bu, sekarang jamannya sudah berbeda”.
Saat kau berumur 40 tahun dia menelpon untuk memberi tahu kan hari pesta pernikahannya sebagai balasanya kau jawab” BU saya sibuk sekali tidak ada waktu”.
Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan dan memerlukan perawatanmu, sebagai balasanya kau baca tentang pengaruh negatif orang tua yang menumpang tinggal di rumah anaknya
Dan hingga suatu hari Dia meninggal dengan tenang, dan tiba-tiba kau teringat semua yang belum pernah kau lakukan untuknya, karena itu kau merasa hati mu serasa di pukul PALU GODAM.
JIKA BELIAU MASIH ADA,JANGAN LUPA MEMBERIKAN KASIH SAYANGMU LEBIH DARI YANG PERNAH KAU BERIKAN SELAMA INI DAN JIKA BELIAU SUDAH TIADA INGAT LAH KASIH SAYANG DAN CINTA NYA  YANG TULUS TANPA SYARAT KEPADAMU.