Kamis, 03 Februari 2011

JEPANG intervensi Yen?????

Jakarta, Strategydesk - Apresiasi yen terhadap dollar dan euro masih berlanjut, Di tengah kecemasan mengenai ekonomi global. Penguatan semakin jadi karena kekecewaan pasar atas sikap pasif pemerintah. Dollar menembus level terendah dalam 15 tahun terakhir hari ini di 84,17 yen. Itu lebih rendah dari 84,72 yen, yang dicapai dua minggu lalu.
Kejatuhan lebih lanjut bisa membawah dollar ke bawah 80 yen. Ada kecemasan dollar bisa menembus rekor rendahnya di 79,75 yang pernah dicapai pada 1995. Pertanyaannya, apakah pemerintah Jepang diam saja, atau mau melakukan intervensi?
Pasar terpecah apakah pemerintah Jepang akan mengambil tindakan atas penguatan yen itu, Pasar kecewa setelah Perdana Menteri Naoto Kan dan Gubernur BOJ Masaaki Shirakawa hanya berbicara lewat telepon kemarin, bukannya mengadakan pertemuan langsung seperti yang diperkirakan.
Sentimen pasar semakin jatuh setelah mengetahui tidak ada keputusan apapun dari pembicaraan tersebut, bahkan pernyatan sedikitpun. Jubir pemerintah mengatakan keduanya tidak membahas masalah intervensi.
Apresiasi yen membuat indeks Nikkei terjerembab hingga ke level terendah dalam 15 bulan terakhir. Hal itu menjadikan indeks berkinerja terburuk di kawasan regional dalam sebulan terakhir.
Jepang belum pernah melakukan intervensi sejak Maret 2004, ketika pemerintah mengakhiri penjualan yen yang terlah berlangsung salaam 15 bulan.  Ketika itu, mereka menjual hingga 35 triliun yen untuk meredam penguatan yen, yang diyakini mengurangi daya saing produk dan memperburuk deflasi.
Banyak kalangan melihat intervensi hanya akan berdampak sementara di tengah perlambatan ekonomi global. Sebagai salah satu mata uang safe haven, yen cenderung menguat ketika terjadi risk aversion.
Kekhawatiran akan kerugian sepertinya juga menjadi faktor yang membuat Jepang masih enggan intervensi. Bank Sentral Swiss (SNB), yang intervensi besar-besar untuk meredam penguatan franc, dikritik tajam ketika menderita kerugian hingga 14 miliar franc.
Belum lagi di kancah politik, upaya untuk melakukan intervensi bisa menggunjing AS yang sedang berusaha untuk meningkatkan ekspornya. Selain itu, Jepang juga akan kesulitan meyakinkan mitra G-7 mengenai perlunya intervensi di saat grup itu mendesak China menerapkan kebijakan mata uang yang fleksibel.
Lagipula, agar intervensi berhasil, perlu langkah terkoordinasi. AS dan Eropa belum tentu bersedia melakukannya. Beberapa minggu lalu, pejabat zona euro mengatakan ke Reuters bahwa Eropa tidak akan mau intervensi yen dan meragukan adanya langkah terkoordinasi.
Dengan hambatan seperti itu, banyak kalangan memperkirakan Tokyo akan lebih memfokuskan pada kebijakan moneter untuk meredam penguatan yen. Oleh karena itu, sempat muncul spekulasi BOJ akan menambah atau memperpanjang program pinjamannya.
Namun, keputusan mengenai hal itu, atau langkah apapun, kemungkinan baru akan terjadi dalam rapat reguler 5-6 September nanti.

Tidak ada komentar: